Pemerintah Tekan Feedloter

Keputusan pemerintah membatasi kran impor daging kerbau India hanya untuk Perum Bulog ternyata belum mampu menurunkan harga jual daging di pasar. Itu sebabnya, kini giliran perusahaan penggemukan sapi (feedloter) mendapat tekanan berat. Pemerintah akan mewajibkan setiap impor bakalan, maka 20%-nya berupa indukan. Pengusaha pun keberatan.

Pemerintah terus bergerak menurunkan harga jual daging di pasar yang tak kunjung di bawah Rp100.000/kg. Apalagi, harga acuan daging sapi dan kerbau juga sudah dikeluarkan, di mana untuk daging sapi beku Rp80.000/kg dan daging kerbau beku Rp65.000/kg. Namun, meski sudah membuka kran daging kerbau India — negeri yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) — harga daging di pasar tetap nangkring tinggi. Harga rerata daging sapi murni di pasar DKI Jakarta masih Rp116.000/kg, selisih lebih dari Rp30.000/kg dari harga acuan daging sapi beku.

Belakangan, setelah gelontoran daging India belum juga menuai hasil positif, pemerintah membuka wacana yang membuat resah pengusaha penggemukan sapi (feedloter). Kementerian Pertanian berniat mewajibkan setiap importir yang ingin mengimpor sapi bakalan, maka 20%-nya harus dalam bentuk indukan. “Kita ingin populasi sapi cepat naik dengan komposisi itu,” ujar Sekjen Kementerian Pertanian, yang juga Plt. Dirjen Peternakan, Hari Priyono. Dia mengaku Permentan soal ini sedang dikaji dan rencananya akan berlaku akhir 2016.

Pengusaha pun kontan keberatan. “Tujuan pemerintah baik untuk turunkan ketergantungan impor. Tapi apakah pemerintah juga sudah mempertimbangkan kemampuan pengusaha? Rasio impor 20% indukan itu butuh modal besar,” tegas Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano, Sabtu (17/9/2016). Dia memberi ilustrasi. Jika pengusaha diberi izin impor bakalan 10.000 ekor, berarti 2.000 ekornya dalam bentuk indukan.

“Nah, 2.000 ekor itu sama saja Rp50 miliar. Karena indukan, maka butuh makan dan kandang untuk jangka lama. Itu sebabnya, bank tidak mau memberi kredit karena usaha ini 7 tahun. Jadi, usaha kami dinilai tidak bankable,” tandas Joni. Dia mengaku Gapuspindo sanggup jika 20% itu dilihat dari kemampuan kandang, bukan dari total volume impor.

Yang menarik, sampai saat ini Kementan belum mengeluarkan rekomendasi impor sapi bakalan. Padahal, harusnya izin impor September-Desember 2016 sudah keluarkan sejak Agustus sesuai Permendag No.05/M-DAG/PER/1/2016 — yang membagi persetujuan impor per kuartal. “Saya tidak tahu pasok sapi untuk Januari jika sampai sekarang izin belum dikeluarkan,” keluh Joni.

Hal yang sama sempat dialami importir daging sapi Australia dan Selandia Baru. Rekomendasi impor yang harusnya keluar Agustus, baru Kamis (15/9/2016) diterbitkan. Dengan kata lain, daging sapi potongan primer dan daging industri baru bisa masuk ke Indonesia pada Oktober. Jika begini caranya, bagaimana harga daging bisa turun? AI