Entah bagaimana ceritanya, ada kesamaan antara sastrawan Marah Rusli dengan Presiden Joko Widodo. Keduanya mengguratkan alur tentang perkawinan paksa yang melibatkan tokoh bernama Siti Nurbaya. Bedanya, Marah Rusli menuangkannya pada sebuah roman fiksi yang mengharu-biru, sementara Joko Widodo mewujudkan pada kehidupannya.
Ya, Kabinet Kerja yang disusun Jokowi, demikian panggilan akrab presiden, menyatukan dua instansi yang selama ini punya peran berbeda. Yakni Kementerian Kehutanan yang meski mengedepankan konservasi keanekaragaman hayati namun membuka peluang pemanfaatan dan Kementerian Lingkungan Hidup, yang selama ini punya peran pengendalian lebih besar. Sementara yang ditunjuk menjabat sebagai menteri adalah politisi Partai Nasional Demokrat, Siti Nurbaya Bakar.
‘Perkawinan paksa’ tersebut pun menuai kritik karena dinilai kontraproduktif. Tak sedikit LSM yang bereaksi keras, termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Abetnego Tarigan memandang penggabungan itu membuat situasi yang rumit bertambah rumit. Ketidakjelasan di publik tentang penjelasan atas nomenklatur kementerian ini telah menciptakan kekhawatiran. “Persoalan tata kelola hutan salah satunya dipengaruhi oleh menumpuknya wewenang di Kementerian Kehutanan selama ini,” katanya.
Menurutnya, asumsi bahwa dengan adanya wewenang yang besar dari hulu ke hilir akan memberikan dampak positif telah gagal di Kementerian Kehutanan. Pengurusan hak atas tanah di kawasan hutan (tenurial), pemanfaatan hutan untuk hutan tanaman industri (HTI), logging dan perhutanan sosial, konservasi dan pengawasan dan pengamanan kawasan hutan ada di Kementerian Kehutanan selama ini telah gagal.
“Hutan lindung dikonversi tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, taman nasional rusak, kawasan HTI terbakar, konflik dengan masyarakat dan deforestasi berlanjut,” ucapnya.
Abetnego mengungkapkan, penggabungan ini tidak memberikan indikasi adanya distribusi kewenangan tapi yang terjadi adalah memperbesar kewenangan. Adanya asumsi bahwa lingkungan hidup akan menjadi arus utama sangat layak diragukan karena yang berpotensi terjadi justru arus utama kehutanan di lingkungan hidup. Kondisi inilah, lanjutnya, yang akhirnya menjadi jebakan persoalan lingkungan di Indonesia berasal dari persoalan kehutanan.
Kritik juga datang dari anggota Komisi IV DPR Darori. Mantan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan ini menyatakan, pengurusan hutan sejatinya adalah hal yang sangat kompleks. Tidak melulu soal pemanfaatan hasil hutan tapi juga soal konservasi keanekaragaman hayati dan habitatnya. Ada juga soal-soal pemanfaatan ruang hutan mengingat kawasan hutan mendominasi sekitar 60% daratan Indonesia. Persoalan juga berat soal pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Jadi, saya sebenarnya tidak setuju jika kemudian digabungkan antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup,” katanya.
Apalagi, kata dia, kelembagaan Kemenhut sebenarnya mulai kuat setelah dibangun selama 30 tahun. Suara Darori juga mewakili kalangan rimbawan lainnya yang tak rela institusi yang dibangun bertahun-tahun kini mengecil.
Tidak tabrakan
Kritik yang mencuat ditanggapi elegan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya. Menurut mantan Sekjen di Kementerian Dalam Negeri dan mantan Sekjen di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, aspek lingkungan hidup dan kehutanan sesungguhnya tidak saling berbenturan atau bertabrakan.
Siti pun meminta publik tidak membuat dikotomi antara persoalan kehutanan dan lingkungan hidup. “Lingkungan dan pemanfaatan hutan bisa jalan beriringan. Maka jangan dikotomikan. Jangan dipermasalahkan. Sebab, secara konsep enggak ada masalah,” kata dia di Jakarta, Selasa (28/10/2014).
Dia menjelaskan, peleburan atau penyatuan dua kementerian berawal dari pengertian lingkungan dan kehutanan itu sendiri. Di mana tatkala hutan memberi manfaat disebut sumber daya alam, tapi saat hutan diberikan beban untuk pemanfaatan oleh manusia, maka harus dipertimbangkan konteks lingkungan. “Dari situ harus ada keseimbangan antara pengelolaan hutan yang dapat memberikan manfaat luas kepada masyarakat, tapi tidak merusak lingkungan,” kata Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya sendiri belum bisa membeberkan bagaimana persisnya menyatukan kutub lingkungan hidup dan kehutanan. Dia mengaku, dalam dua bulan ini akan fokus pada harmonisasi dua kementerian itu, sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi.
Dia memastikan, restrukturisasi lembaga Kementerian LH dan Kehutanan tidak akan menambah anggaran maupun merekrut pegawai baru. Siti juga yakin mampu mengemban tugas harmonisasi Kementerian LH dan Kehutanan dengan mulus karena pernah memiliki pengalaman serupa saat pemisahan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Otonomi Daerah, yang kemudian disatukan kembali. Sugiharto
Ini ‘PR’ Bagi Menteri LH dan Kehutanan
Ditunjuknya Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menumbuhkan optimisme. Setidaknya itu terlihat dari komentar dua mantan menteri kehutanan yang hadir: Zulkifli Hasan (yang merupakan Menhut pada periode 2009-2014) dan Chairul Tanjung yang sempat menjabat sebagai pelaksana tugas menteri kehutanan, paska Zulkifli meletakan jabatan karena terpilih menjadi anggota DPR.
Menurut Chairul, penunjukan Siti sebagai Men LH-Kehutanan merupakan pilihan yang tepat. Menurut dia, Siti Nurbaya adalah sosok yang berpengalaman sehingga mampu mengatasi tantangan. Siti, katanya, adalah birokrat profesional yang telah malang melintang 30 tahun lebih di jajaran pemerintahan. “Ibu Siti juga mampu merintis karir benar-benar dari bawah pada level pemerintah daerah,” katanya.
Sementara itu Zulkifli Hasan menyatakan penunjukan Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah pas. Siti Nurbaya dikenal sebagai sosok berprestasi dan memiliki segudang pengalaman terutama di pemerintahan sehingga cukup menjadi bekal menjalankan tugasnya.
“Beliau itu lebih ahli dari saya. Oleh karenanya, saya sangat yakin di bawah kepemimpinannya Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang dilebur akan jauh lebih bagus,” ujar Zulkifli.
Zulkifli yang kini menjabat sebagai Ketua MPR RI juga siap mendukung program kerja Menteri Siti Nurbaya. “Kami semua akan mendukung penuh termasuk teman-teman yang di parlemen,” katanya.
Soal penggabungan antara Kemenhut dan KLH, Zulkifli tak banyak berkomentar, karena itu hak penuh presiden. Namun, menurut dia, peleburan dua institusi negara tersebut tak menjadi masalah. “Peleburan itu memang membuat tugas makin luas, akan tetapi saya yakin Ibu Siti Nurbaya bisa,” sebutnya.
Zulkifli mengakui, masih banyak PR yang harus diselesaikan. Namun, yang paling pokok adalah tetap menggalakkan program penghijauan serta menata koordinasi antara pusat dan daerah. “Pemerintah pusat tidak ada kebijakan merusak hutan, tapi terkadang yang di daerah kurang mendukung,” ucapnya. Sugiharto