Meleburnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan ternyata tak terlalu menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha kehutanan. Apalagi, Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya justru memberi sinyal positif. Dia menyatakan akan memberesi soal perizinan dan kepastian pengelolaan hutan.
Menteri Siti menjelaskan soal kehutanan ada dua yang akan dihadapi pada awal kepemimpinannya: legitimasi kepemilikan lahan dan perizinan.
Selama ini, Siti memaparkan, batas kepemilikan dan kawasan hutan sebenarnya sudah jelas dan legal, namun klaim berbagai pihak terkait kepemilikan masih terus terjadi. “Ada legalitasnya, tapi legitimasinya tidak jelas. Jadi, kita punya masalah di konten atau isi dari regulasi yang harus dikaji kembali,” katanya Selasa (28/10/2014).
Siti menyatakan, reformasi birokrasi terkait perizinan juga penting didahulukan mengingat persepsi masyarakat mengenai perizinan saat ini erat kaitannya dengan aktivitas transaksi. “Saya enggak bilang seperti itu, tapi persepsinya begitu. Namun, kita harus lebih lanjut mengidentifikasi ini bersama yang lainnya,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan akan mengedepankan pemanfataan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan guna mencapai pembangunan nasional dari sumber kehutanan untuk ketersediaan pangan dan energi. “Paling tidak, ada empat syarat minimal ya, cultivating atau syarat tumbuh di tempat tertentu, manajemen pengelolaannya, upaya konservasi, dan juga kelembagaan dan kapasitas. Dengan mengklasifikasi itu kita akan tahu mana yang bisa dibudidayakan dan mana yang tidak,” katanya.
Soal pembenahan perizinan, sebenarnya sudah cukup banyak yang dilakukan di masa Zulkifli Hasan. Termasuk di antaranya dengan memberlakukan sistem perizinan online satu pintu. Penerapan sistem perizinan ini bisa kita lihat langsung di loby gedung Manggala Wanabhakti.
Sejumlah regulasi juga dibongkar ulang untuk menjamin kepastian dan kemudahan. Proses review regulasi bahkan dilakukan dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasilnya, ada 18 peraturan perundang-undangan yang kena rekomendasi untuk dibokar.
Positif
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyatakan, pihaknya melihat adanya sejumlah hal positif dari peleburan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Pernyataan Ibu menteri yang meminta tidak ada dikotomi lingkungan hidup dan kehutanan sangat positif. Begitu juga soal komitmen untuk pembenahan perizinan,” katanya.
Terbentuknya Kementerian LH-Kehutanan diharapkan bisa mempercepat beberapa proses perizinan seperti amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Menurut Purwadi, selama ini proses pengesahan amdal memakan waktu yang sangat lama, bahkan hingga setahun. “Pembentukan Kementerian LH-Kehutanan diharapkan diikuti dengan instansi teknisnya di daerah. Sehingga perizinan seperti amdal menjadi satu pintu dan diproses dalam waktu yang efisien,” katanya.
Terbentuknya Kementerian LH-Kehutanan juga diharapkan bisa mengharmoniskan peran pengawasan dan pembinaan bagi pemegang izin usaha kehutanan. Purwadi menyatakan, selama ini Kementerian LH terkesan mengawasi para pemegang izin kehutanan secara ketat. Padahal, para pemegang izin kehutanan selalu mengikuti ketentuan yang telah digariskan sesuai dengan pembinaan kementerian kehutanan.
Contoh terbaru adalah audit kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan terhadap sejumlah perusahaan kehutanan yang dimotori Kementerian Lingkungan Hidup. Pada audit tersebut, sejumlah perusahan kehutanan dinyatakan tidak patuh. Padahal, tak ada pelanggaran jika mengacu kepada ketentuan Kementerian Kehutanan. “Ke depannya kami harap kegiatan pengawasan dan pembinan bisa lebih sinergis,” katanya.
Harapan lain dari bakal semakin transparannya proses pembuatan regulasi terkait pengelolaan lingkungan hidup yang terkait dengan sektor kehutanan. Purwadi mengeluhkan tertutupnya sejumlah pembahasan peraturan, termasuk misalnya Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Pada prosesnya, kalangan pelaku usaha kehutanan sama sekali tidak dilibatkan meski sudah berkali-kali mengajukan diri. “Ke depannya tidak ada lagi proses yang tertutup. Kami juga berharap PP gambut bisa segera direvisi,” katanya. Sugiharto
Tantangannya Perpendek Birokrasi
Langkah memberesi perizinan juga ditunggu pelaku usaha di hilir. Kemudahan perizinan terutama untuk pemanfaatan hasil hutan dan proses pembangunan industri pengolahan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) Soewarni menyatakan, persoalan klasik yang masih dihadapi pelaku usaha kehutanan adalah panjangnya birokrasi. “Tantangan kita adalah memperpendek birokrasi perizinan,” kata dia.
Soewarni mengakui, terdapat perbaikan tata kelola kehutanan pada beberapa tahun terakhir. Namun, dia yakin perbaikan yang dicapai seharusnya bisa lebih jauh.
Contoh saja soal pemberlakukan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem tersebut diakui berhasil menjadi instrumen untuk mempromosikan penggunaan kayu legal. Meski demikian, dalam proses perizinannya, pelaku usaha masih kerap mendapat hambatan, terutama perizinan di daerah.
Dia menegaskan, ekonomi biaya tinggi sudah sepantasnya dipangkas. “Pungutan berganda dan aturan yang tumpang tindih membuat ekonomi biaya tinggi yang melemahkan daya saing. Upaya keras pemerintah untuk menghilangkan ekonomi biaya tinggi juga harus mendapat dukungan dari pelaku industri,” kata Soewarni.
Kementerian LH-Kehutanan ke depan juga harus bisa mendorong pengembangan hutan tanaman. Pengembangan hutan tanaman bisa menjadi sumber bahan baku bagi industri kehutanan, sehinga tak selalu bergantung pada kayu hutan alam.
Soewarni menyatakan, langkah Kementerian Kehutanan yang dalam beberapa tahun mendorong pemanfaatan kayu hasil penanaman baik di hutan tanaman, hutan rakyat, maupun perkebunan perlu diteruskan. “Kemudahan-kemudahan pemanfaatan kayu hasil penanaman harus terus ditingkatkan oleh Kementerian LH-Kehutanan. Sebab, hal itu bukan saja berdampak kepada tersedianya bahan baku bagi industri pengolahan, tapi juga mendorong masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan penanaman,” katanya.
Soewarni menyatakan, Indonesia sejatinya adalah raksasa di sektor kehutanan global. Untuk itu dukungan yang kuat dari pemerintah sangat diperlukan. “Kita punya keunggulan komparatif untuk mendukung sektor kehutanan. Sekarang tinggal kemauan kita semua dan mendukung keunggulan tersebut dengan keunggulan kompetetif sehingga sektor kehutanan Indonesia bisa menjadi yang terdepan,” kata dia.
Soewarni menegaskan, terbentuknya Kementerian LH-Kehutanan akan berdampak positif jika pada akhirnya benar-benar bisa mewujudkan komitmen untuk kemudahan perizinan dan birokrasi yang ringkas. Dia menyatakan, Menteri Siti Nurbaya sudah memberikan janji yang baik di awal jabatannya. “Sekarang tinggal kita semua mengawal realisasi dari komitmen tersebut,” katanya. Sugiharto