Menteri Terjunkan Langsung Sekjen

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan tak pernah mengabaikan keberatan yang diajukan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Sejumlah respons telah diambil sebagai tindakan nyata atas keberatan yang diajukan. Kementerian LHK pun optimis PTUN bakal menolak permohonan yang diajukan RAPP.

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menjelaskan, respons langsung diambil setelah SK Menteri LHK No. 5322/2017 tentang pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) RAPP diterbitkan — yang dijawab dengan keberatan oleh RAPP. “Kami langsung meninjau ke lapangan, kami undang juga RAPP untuk pertemuan di kantor KLHK,” katanya usai sidang kedua perkara fiktif positif yang diajukan oleh RAPP di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/12/2017).

SK Menteri LHK No. 5322/2017 terbit 16 Oktober 2017. RAPP kemudian melayangkan keberatan kepada Menteri LHK lewat surat bernomor 101 tahun 2017 tertanggal 18 Oktober 2017.

Bambang, yang juga ditunjuk menjadi salah satu kuasa hukum Menteri LHK pada perkara tersebut menyatakan, usai surat keberatan diterima, KLHK kemudian melakukan kunjungan ke konsesi dan pabrik RAPP, pada 20 Oktober 2017. KLHK juga mengundang RAPP untuk melakukan pembahasan pada 24 Oktober 2017, yang akhirnya mencapai kesepakatan untuk perbaikan RKU.  “Pertemuan lanjutan untuk pembahasan RKU juga dilakukan,” katanya.

Menurut Bambang, hal itu adalah tindakan nyata yang dilakukan KLHK untuk menjawab keberatan RAPP. Atas dasar itu, Bambang pun yakin kalau permohonan RAPP tak bisa dikabulkan PTUN.

Dia merujuk kepada pasal 53 ayat 2 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ketentuan itu berbunyi, “Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan”.

“Kami sudah melakukan tindakan sebelum 10 hari kerja setelah keberatan diterima,” kata Bambang.

Apalagi, RKU yang dibatalkan oleh Menteri LHK sejatinya bukanlah izin. Menurut Bambang, izin HTI RAPP tidak pernah dibatalkan oleh Menteri LHK. Ini sesuai dengan ketentuan peralihan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71/2014 jo. PP No. 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut) yang menjamin izin yang sudah diterbitkan.

Bambang menyatakan, untuk meyakinkan majelis hakim PTUN, pihaknya sudah menyiapkan ahli — termasuk dari Universitas Pajajaran — untuk memperkuat argumen KLHK saat sidang ketiga yang dijadwalkan digelar Senin (11/12/2017). Meski demikian, Bambang belum mau mengungkap siapa ahli yang akan diajukan agar menjadi elemen kejutan saat persidangan.

Keyakinan Bambang memenangi perkara ini makin tebal. Pasalnya, salah satu bukti yang diajukan RAPP saat sidang kedua permohonan fiktif positif RAPP digelar adalah laporan kejadian kebakaran di dalam konsesi RAPP. Meski terjadi di bagian pinggir konsesi yang berbatasan dengan lahan masyarakat dan sudah dikendalikan, namun hal itu (munculnya api) adalah bukti pentingnya upaya pemulihan gambut dilakukan.

“Walau tidak terjadi kebakaran, pemulihan harus dilakukan jika gambutnya rusak,” katanya.

Demi cegah karhutla

Bambang menjelaskan, langkah KLHK meminta pemegang izin HTI yang beroperasi di lahan gambut untuk mengubah RKU bertujuan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali berulang. Kejadian karhutla hebat di tahun 2015 menjadi pelajaran yang membuat pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah-langkah progresif dalam pengelolaan gambut. “Ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi,” katanya.

Langkah itu adalah dengan merevisi PP Gambut. Menteri LHK Siti Nurbaya, Ferbruari 2017, kemudian melansir paket kebijakan yang terdiri atas beberapa Peraturan Menteri (permen) LHK. Yaitu Permen LHK No P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem  Gambut, Permen LHK No P.15/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, Permen LHK No P.16/2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penaatan Ekosistem Gambut, dan Permen LHK No P.17/2017 tentang Perubahan Permen LHK No P.12/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Permen LHK No P.17/2017 belakangan dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Ada juga dua surat keputusan tentang peta Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Nasional dan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional. Berdasarkan dua keputusan tersebut, ada 856 Kesatuan Hidrologis Gambut di seluruh Indonesia denga luas mencapai 24,6 juta hektare (ha). Sementara luas gambut yang ditetapkan memiliki fungsi budidaya hanya 12,26 juta ha. Sisanya ditetapkan memiliki fungsi lindung seluas 12,39 juta ha.

Berdasarkan paket regulasi tersebut, lahan gambut yang ditetapkan memiliki fungsi lindung tak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya. Padahal, ada sekitar 2,5 juta ha HTI dan perkebunan yang telah dibebankan pada areal tersebut.

Bambang menyatakan, kebijakan pengelolaan gambut harus dilihat menyeluruh dan tidak boleh sepotong-sepotong. Dia menyatakan, meski melarang dilakukannya kegiatan budidaya pada gambut yang ditetapkan berfungsi lindung, namun KLHK juga menyediakan sejumlah fasilitasi bagi HTI. “Ini memastikan HTI bisa beroperasi, tetap ada lapangan pekerjaan dan pasokan bahan baku bagi industri tetap tersedia,” katanya.

Fasilitasi itu diatur berdasarkan Permen LHK No. P.40/20017 tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam Rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang terbit 4 Juli 2017.

Menjadi bagian dari fasilitasi yang ditawarkan adalah soal lahan pengganti (land swap). KLHK telah menyiapkan alternatif penyediaan lahan seluas 902.210 ha di lahan mineral. “Cukup untuk pengganti konsesi yang ditetapkan sebagai fungsi lindung,” kata Bambang.

Bambang menyatakan, penyediaan lahan pengganti akan dilakukan bertahap. Untuk mendapat lahan pengganti, pemegang izin cukup mengajukan permohonan, yang dilengkapi sejumlah persyaratan langsung kepada Menteri LHK. Permohonan itu kemudian diproses oleh internal KLHK termasuk untuk penyusunan dokumen Upaya Kelola Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL).

“Keputusan lahan pengganti akan ditandatangani Menteri LHK paling lambat tiga bulan setelah diajukan,” kata Bambang. Sugiharto

Begini Perkembangan Revisi RKU HTI Gambut

KLHK telah meminta perusahaan HTI yang beroperasi di lahan gambut untuk  merevisi RKU menyesuaikan dengan ketentuan tentang perlindungan dan pengelolaan gambut.

“Revisi RKU terus berjalan, sudah ada yang disahkan,” kata Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, Selasa (21/11/2017) lalu.

Dari data KLHK yang diperoleh AgroIndonesia, sampai awal November  2017, sejumlah perusahaan memang telah mengajukan bahkan telah mendapat pengesahan revisi RKU.

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 97 perusahaan HTI telah mengambil peta fungsi ekosistem gambut. Sebanyak 90 perusahaan di antaranya telah melakukan konsultasi penyusunan RKU.

Selanjutnya, perusahaan yang telah mengajukan dokumen usulan revisi RKU telah mencapai 88 unit dengan 75 di antaranya dalam proses perbaikan sesuai arahan KLHK. Sedang perusahaan yang sudah mendapat persetujuan RKU baru 12 unit.

Meski baru 12 unit, namun luas RKU gambut yang dikelola cukup luas. Ke-12 perusahaan itu mengelola konsesi seluas 1,2 juta hektare (ha) dengan 526.195 ha merupakan fungsi lindung gambut dan 336.455 ha berupa fungsi budidaya gambut.

Dari 12 perusahaan yang telah mendapat persetujuan RKU, sebanyak 9 perusahaan telah mengajukan fasilitasi landswap. Sebanyak 3 perusahaan di antaranya saat ini sedang dalam proses penyusunan dokumen kelola lingkungan (UKL/UPL). Tiga perusahaan itu PT Bumi Mekar Hijau, PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, dan PT Bumi Andalas Permai dengan luas lahan pengganti masing-masing 85.785 ha, 58.651 ha, dan 92.634 ha.

Ketiga perusahaan itu berlokasi di Sumatera Selatan dan diketahui berafiliasi dengan kelompok APP-Sinarmas.

Bambang berharap, proses revisi RKU bisa tuntas sebelum tahun ini berakhir. “Mudah-mudahan tahun ini sudah selesai semua,” katanya. Sugiharto

Jangan Sembarangan Melayani Masyarakat

Fiktif Positif Hanya Untuk Permohonan Baru

RAPP Gugat Pemerintah

Perseteruan Itu Dibawa Ke Meja Hijau