Petani Indonesia seperti tersandera oleh kegiatan pemilu yang akan digelar pada bulan April untuk pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden yang akan digelar pada bulan Juli tahun 2014 ini. Pasalnya, sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah maupun legislatif terkait dengan petani selalu mengacu pada kegiatan politik.
Hal ini setidaknya tercermin pada kebijakan pemerintah soal pemberian subsidi pupuk organik dan anorganik untuk tahun 2014. “Soal kebijakan subsidi pupuk tahun 2014, petani sepertinya tersandera oleh kegiatan politik berupa pemilu,” ujar Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, akhir pekan lalu.
Winarno menjelaskan, nilai dana yang dikucurkan pemerintah dan menadpat persetujuan DPR untuk subsidi pupuk organik dan anorganik pada tahun 2014 sudah jelas tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pupuk petani di dalam negeri selama tahun 2014 ini. Dengan anggaran subsidi pupuk yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp21 triliun yang kemudian menyusut menjadi Rp18 triliun karena Rp 3 triliun digunakan untuk menutup kurang bayar subsidi pupuk tahun 2012, diperkirakan kebutuhan pupuk subsidi hanya bisa dipenuhi sampai bulan Oktober 2014 saja. Dengan begitu, masih ada kekurangan dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani selama bulan Nopember dan Desember 2014.
Untuk mengatasi kekurangan anggaran subsidi itu, DPR sebelumnya menginginkan agar dana subsidi untuk pupuk organik direalokasi ke subsidi pupuk organik. Namun, dalam raker antara Komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian, rencana realokasi anggaran subsidi untuk pupuk organik ke anorganik batal diterapkan.
Dengan dibatalkannya opsi realokasi subsidi pupuk organik ke anorganik, maka menurut Winarno, hanya ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah dan DPR untuk mengatasi kekurangan dana anggaran subsidi pupuk tahun 2014, yakni penambahan dana anggaran subsidi pupuk melalui anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) serta menaikan harga eceran tertinggi (HET).
“Hanya dua opsi tersebut yang bisa diterapkan untuk mengatasi kekurangan dana anggaran subsidi pupuk tahun ini,” ujar Winarno.
Kepentingan
Sayangnya, dua opsi tersebut juga tidak mudah untuk ditetapkan karena daya tarik-menarik kepentingan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah sendiri nampaknya tidak ingin anggaran belanja jebol gara-gara menambah dana subsidi pupuk. Sementara untuk menerapkan opsi kenaikan HET, juga tidak mudah karena DPR sudah dipastikan akan menolak opsi ini. Kebijakan kenaikan harga menjelang pemilu adalah suatu hal yang tidak menguntungkan bagi anggota DPR dalam menarik massa dalam pemilu nanti.
Penolakan kenaikan HET setidaknya sudah dilontarkan Wakil Ketua Komisi IV (Fraksi Partai Demokrat) Herman Khaeron. Menurutnya, opsi kenaikan HET pupuk jangan dulu diterapkan. Secara diplomatis Herman menyatakan kalau kenaikan HET yang tak dikaji secara matang dapat memberatkan petani dalam melakukan kegiatan budidaya tanamannya.
Herman justru meminta pemerintah menghitung dengan cermat sampai kapan pupuk yang tersedia bisa memenuhi kebutuhan petani di dalam negeri. Kerena dengan begitu, pemerintah dan DPR bisa sama-sama memperkirakan kekurangannya sehingga kekurangannya nanti bisa dipenuhi melalui mekanisme yang ada, seperti penambahan anggaran di APBN-P.
Menurut Winarno, pihak petani siap menerima opsi apa saja yang akan dilakukan pemerintah dan DPR sepanjang kebutuhan pupuk terpenuhi. “Opsi penambahan anggaran lewat APBN maupun kenaikan HET akan diterima petani sepanjang kebutuhan pupuk ada dan terpenuhi,” ujarnya.
Memang, idealnya penutupan kekurangan dana subsidi itu dilakukan melalui penambahan anggaran, katanya. Tetapi, jika memang opsi HET yang harus diterapkan, petani juga akan menerimanya. “Kenaikan HET tidak jadi masalah bagi petani, kalau memang opsi itu harus diterapkan” katanya.
Diakuinya, kalau kenaikan HET akan memberikan konsekuensi berupa kenaikan harga pupuk yang dapat membuat biaya produksi budidaya pertanian menjadi membengkak. “Namun, asalkan pasokan pupuk bisa dipenuhi, kenaikan HET tidak jadi masalah.
Winarno menegaskan, tanpa kenaikan HET, harga pupuk juga mengalami kenaikan bahkan kenaikan menjadi liar jika kebutuhan pupuk petani tidak bisa terpenuhi. “Jadi, kenaikan HET bisa menjadi opsi yang benar asal kebutuhan pupuk terpenuhi,” ucapnya.
Dia juga mengakui, kenaikan HET pupuk akan berdampak pada kenikan harga produk pertanian. Namun, kenaikan harga produksi pertanian itu akan bergantung pada pada pasokan dan kebutuhan. “Kalau pasokannya banyak, maka kenaikan harga bisa ditekan. Sebaliknya, jika pasokan produk pertanian berkurang, maka harga juga akan mengalami kenaikan,” ucapnya.
Namun, Winarno pesimis opsi penambahan anggaran melalui APBNP atau kenaikan HET bisa diterapkan dalam waktu dekat ini. “Opsi penambahan subsidi melalui APBNP atau kenaikan HET baru akan diputuskan setelah pemilu,” katanya.
Dengan begitu, nasib petani masih harus menunggu pemilu atau dengan kata lain petani tersandera oleh kegiatan pemilu.
Tak punya arah
Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai kisruh yang terjadi pada anggaran subsidi pupuk petani merupakan bukti kalau pemerintah maupun politisi di DPR tidak memiliki strategi pertanian untuk jangka panjang.
“Kebijakan yang diambil selama ini berubah-ubah sehingga selalu menimbulkan masalah. Seharusnya pemerintah dan politisi memiliki strategi jangka panjang yang jelas di sektor pertanian,” ujar Henry.
Menurutnya, untuk jangka pendek ini pemerintah sebaiknya tidak memangkas atau merealokasi subsidi pupuk organik karena produksi pupuk organik oleh petani masih kecil dan belum bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Belum mampunya petani untuk memproduksi pupuk organik itu, ungkap Henry, dikarenakan tidak ada program sistematik dari pemerintah untuk mendorong petani memproduksi pupuk organik. “Yang ada sekarang ini adalah pemerintah lebih mendukung pabrik-pabrik pupuk anorganik,” ucapnya.
Seharusnya, pemerintah sudah sejak lama mendorong petani untuk bisa memproduksi pupuk organik sendiri, misalnya dengan mendorong petani untuk memelihara ternak yang kotorannya bisa diolah menjadi pupuk organik.
Terkait opsi yang harus dipilih untuk mengatasi kekurangan dana subsidi pupuk, Henry lebih memilih opsi penambahan dana melalui APBNP. “Penambahah dana harus dilakukan karena pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat vital selain sektor kesehatan dan pendidikan,” tegasnya.
Menurutnya, jika opsi kenaikan HET yang dipilih, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh petani saja, tetapi juga oleh masyarakat konsumen. “Opsi kenaikan HET bisa mendorong petani malas melakukan budidaya pertanian dan opsi itu juga akan membuat masyarakat konsumen membayar lebih mahal terhadap produk pertanian,” paparnya. B Wibowo