Kepastian petani untuk memperoleh jumlah pupuk bersubsidi minimal sama dengan tahun 2013 makin tak jelas. Pemerintah maupun DPR saling tunggu mengingat pemilu legislatif dan pilpres 2014 makin dekat. Menaikan harga (HET) tak mau, menambah subsidi juga berat.
Target pemerintah mencapai surplus beras 10 juta ton tahun ini ternyata tak hanya harus menghadapi persoalan iklim yang sulit ditebak. Bahkan, persoalan elementer seperti penyediaan pupuk subsidi saja belum mampu dijawab. Bayangkan, volume pupuk bersubsidi (urea, SP-36, NPK, ZA dan organik) tahun ini turun tajam sekitar 1,5 juta ton atau hampir 16% dari 9,25 juta ton tahun lalu menjadi 7,778 juta ton tahun 2014. Bagaimana menutup kekurangan itu?
Ada dua cara. Minta tambahan alokasi subsidi untuk menyesuaikan harga pembelian pemerintah (HPP) atau naikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Kedua opsi itu ternyata sama-sama berat. Yang pertama terganjal seretnya anggaran pemerintah, yang harusnya tak boleh terjadi jika pertaruhannya adalah persoalan pangan. Yang kedua, siapa berani bertindak tak populis di tahun Pemilu yang sudah di depan mata.
Sejauh ini, kebutuhan pupuk bersubsidi mungkin belum jadi masalah karena masih di bulan awal, dan kalaupun habis masih bisa menarik alokasi pupuk di depan. Namun, volume 7,7 juta ton itu diprediksi habis pada bulan Oktober, yang berarti sedang memasuki musim tanam rendeng.
Itu sebabnya, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mendesak pemerintah dan DPR segera mengambil keputusan dan tidak menjadikan petani tersandera oleh kepentingan politik pemilu. Naikkan HET atau tambah anggaran subsidi. “Kegiatan politik pemilu jangan sampai menyandera petani,” ujar Winarno.
Namun, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Gatot Irianto optimis mengingat DPR telah menjamin akan mencukupi kebutuhan pupuk. “Mereka menjamin kebutuhan pupuk subsidi tahun ini akan dipenuhi,” katanya.
Benarkah? Seorang sumber Agro Indonesia mengungkapkan, anggota dewan malah terkesan menggantung usulan alokasi tambahan subsidi pupuk. Maklum, katanya, masa kerja mereka tinggal menghitung hari. Kalau begini, siap-siap kisruh pupuk hilang dan langka kembali terulang. AI