Pemerintah Tekan Industri Unggas

Pemerintah menekan kekuatan industri peternakan unggas terintegrasi untuk membantu peternak rakyat. Harga jual anak ayam umur sehari (DOC) pun dipatok dan pasok DOC ke pasar juga coba dikurangi 15%. Sayangnya, harga pakan yang justru komponen terbesar biaya produksi, tak tersentuh.

Pemerintah akhirnya mengakui buruknya kondisi usaha peternakan unggas dalam negeri. Iklim bisnis tak sehat itu lahir berkat UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU 18/2009, bisnis peternakan dapat   diselenggarakan secara tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.

Akibatnya fatal. UU ini secara tak langsung mengesahkan praktik kartel dan monopoli hulu ke hilir perusahaan besar, yang telah membangkrutkan peternakan rakyat dan menjadikan peternak sebagai buruh di kandang sendiri lewat bendera “kemitraan”.

Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi pun mencoba membidik kekuatan raksasa peternakan unggas nasional yang dikuasai asing dari sisi pasok dan harga jual ayam umur sehari (day old chicken/DOC). Lewat Surat Edaran Nomor 644 tahun 2014, harga DOC dipatok Rp3.200/kg dan produksi DOC pun dipangkas 15%. “Kebijakan ini dilakukan agar harga DOC dan harga daging ayam serta distribusinya berjalan adil atau terjadi keseimbangan,” ujar Lutfi, akhir pekan lalu.

Meski efektivitasnya masih dipertanyakan, mengingat sekadar surat edaran, namun Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN), Sigit Prabowo mengakui kebijakan tersebut untuk sementara cukup efektif. “Sebelum kebijakan itu diterapkan, harga DOC pernah mencapai Rp7.000/ekor. Kalau harga DOC tinggi, harga jual ayam broiler rendah, maka peternak yang rugi,” kata Sigit.

Persoalannya, apakah pengusaha rela? Sigit mengungkapkan dengan harga jual tersebut, produsen DOC terintegrasi merugi karena harga produksi DOC di industri unggas Rp4.250/ekor. Di sinilah masalahnya. Mereka akan mengkompensasi kerugian itu di bisnis pakan atau daging ayam olahan. “Mereka bisa ambil untung dari pakan sebagai perusahaan terintegrasi, yang menguasai bisnis dari hulu ke hilir,” tandasnya. Asal tahu, biaya pakan lebih besar ketimbang DOC. Jika begini ceritanya, surat edaran jelas bukan solusi, kecuali ubah UU 18/2009. AI