Pemberlakukan larangan ekspor bahan baku rotan menjadi musibah buat Indonesia. Dalam kurun lima tahun, industri rotan tumbang, petani sengsara. Sebaliknya, negara pesaing berkibar dengan produk subtitusi. Pemerintah mencoba jurus baru menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) menjadi penyangga rotan nasional. Sanggupkah?
Rotan menjadi kisah getir kegagalan pemerintah membuat kebijakan tataniaga. Lewat Permendag No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan yang berlaku per 1 Januari 2012, pemerintah berharap industri rotan dalam negeri makin kuat dengan ditutupnya ekspor bahan baku rotan. Industri yang kuat berarti memberi nilai tambah, meningkatkan ekspor, serta melestarikan sumber daya rotan dari kepunahan.
Namun, alih-alih membuat Indonesia makin jaya sebagai penguasa rotan dunia (80% bahan baku rotan dunia berasal dari negeri ini), yang ada ekspor produk rotan malah rontok. Jika 2013 masih mampu memberi devisa 200 juta dolar AS, dua tahun berikutnya (2014-2015) terus menyusut, masing-masing 173 juta dolar AS dan 159 juta dolar AS.
Menurut pengusaha rotan setengah jadi Julius Hoesan, dari 67 unit industri pengolahan yang ada di Sulawesi, kini tersisa 7 unit, dan di Sumatera dari 25 unit tersisa 5 unit. “Itupun dengan kapasitas yang tidak penuh,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (15/6/2017).
Penderitaan paling parah dialami petani. Bahkan, saking beratnya, Ketua Perkumpulan Petani Rotan Katingan (P2RK), Kalimantan Tengah, Sarwepin sampai menangis saat ditanya kehidupan petani rotan saat ini. Bayangkan, rotan basah hanya dihargai Rp1.500/kg, jauh dari harga era keemasan ketika sekilo rotan basah diganjar Rp250.000.
“Sekarang sulit. Tidak ada lagi pengambilan rotan di Katingan. Demikian juga di Gunung Mas, Pulang Pisau, Murung Raya, dan kabupaten lain di Kalimantan Tengah. Saya tak bisa membayangkan masa depan anak-anak kami,” katanya parau.
Larangan ekspor yang menyengsarakan itu belakangan coba disiasati. Pemerintah menugaskan BUMN PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) menjadi penyangga rotan. PPI akan membeli rotan milik petani dan memasoknya ke industri rotan dalam negeri. “Ini untuk membantu industri kerajinan rotan dan petani rotan di dalam negeri,” ujar Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu dan Furniture Kementerian Perindustrian, Sudarto, Jumat (16/5/2017).
Niat baik ini disambut Julius. Hanya saja, dia mengingatkan hanya 30% rotan yang diserap di dalam negeri. Nah, sisanya akan disalurkan ke mana? “Kalau akhirnya diekspor juga, untuk apa disangga?” katanya. AI
Baca juga:
Agro Indonesia No 643, 20-26 Juni 2017
Larangan Ekspor Malah Hancurkan Industri Rotan
Rotan tak Berharga, Petani pun Mati