Serahkan Dulu, Tarik Lagi Kemudian

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengembalikan kewenangan sejumlah jenis perizinan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Inilah perkembangan terbaru setelah akhir Desember lalu, Menteri LHK sempat melimpahkan kewenangan segepok perizinan ke lembaga urusan investasi itu.

Ada 18 jenis perizinan yang kewenangannya dikembalikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Jenis-jenis perizinan yang dikembalikan terutama di bidang  Konservasi Sumber Daya Alam plus izin lingkungan (lihat tabel halaman 5).

Menteri LHK menjelaskan, kewenangan perizinan tersebut dikembalikan karena ternyata selama ini prosesnya sudah ditangani di daerah, baik oleh pemerintah daerah maupun unit pelaksana teknis Kementerian LHK yang ada di daerah. Misalnya, soal izin usaha penyediaan jasa wisata alam.

Ada juga izin yang ternyata tidak terkait langsung dengan investasi. Misalnya saja untuk pertukaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) antarlembaga konservasi di dalam negeri. “Jadi misalnya dari Taman Safari, Cisarua, mau diangkut ke Lampung, masa diurus BKPM? Makanya izin itu dikembalikan,” katanya di sela pertemuan dengan Kepala BKPM di kantornya, Selasa (10/2/2015) malam.

Tadinya, ada 35 jenis perizinan yang kewenangannya dilimpahkan dari Menteri LHK kepada Kepala BKPM. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri LHK No.P.97/Menhut-II/2014 (Agro Indonesia, Volume X NO. 528, 13-19 Januari 2015). Pendelegasian kewenangan tersebut merespon perintah Presiden Joko Widodo untuk mempercepat investasi dan mengejar pertumbuhan ekonomi 7% per tahun.

Pendelegasian kewenangan Kementerian LHK menjadi yang paling banyak, bahkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan 22 kementerian/lembaga lainnya. Dari Kementerian Perindustrian yang identik dengan industri misalnya, hanya 6 jenis perizinan yang dilimpahkan kewenangannya kepada BKPM. Sementara 5 lainnya ada berstatus Bawah Kendali Operasi. Kementerian Perindustrian masih membekap perizinan strategis yang berkaitan dengan lingkungan dan sejumlah perizinan lainnya.

Demikian juga untuk Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, yang sebenarnya juga sarat perizinan. Tercatat hanya 10 jenis perizinan yang dilimpahkan kewenangannya kepada BKPM.

Bejibunnya izin Kementerian LHK yang didelegasikan kepada BKPM pun sempat menjadi perhatian Presiden Joko Widodo saat peresmian Pelayanan Terpadu Satu Pintu BKPM, Senin (26/1/2015). Jokowi, demikian panggilan akrabnya, sempat mengingatkan agar Menteri Siti tidak menarik kembali kewenangannya yang sudah didelegasikan.

Soal itu, Siti menjelaskan, pihaknya tidak menarik kembali izin yang sudah diserahkan. Apa yang didelegasikan BKPM tidak semuanya berupa perizinan terkait investasi. “Tapi hanya sistem. Jadi, berdasarkan komunikasi yang mendalam antara kami dan BKPM, sebagian yang sudah dilimpahkan dikembalikan,” katanya.

Bukan investasi

Sekjen Kementerian LHK Hadi Daryanto menambahkan, meski berlabel izin. Namun izin seperti peredaran atau pertukaran TSL adalah bagian dari apa yang sudah diatur dalam CITES (konvensi internasional untuk perdagangan tumbuhan dan satwa liar). “Jadi memang bukan investasi yang bersifat penanaman modal,” katanya.

Jika tidak terkait investasi, lantas mengapa sejumlah perizinan tersebut sempat dilimpahkan kepada BKPM? Adakah blunder atau keputusan yang terburu-buru? Menteri Siti menyatakan tidak ada blunder atau ketergesaan dalam pendelegasian kewenangan tersebut. Melainkan semangat untuk mempercepat proses perizinan seperti yang diminta Presiden Jokowi. “Ketika ada permintaan perizinan didelegasikan ke BKPM, set… langsung kami delegasikan semuanya,” kata dia.

Menteri memastikan seluruh perizinan terkait investasi tetap didelegasikan kepada BKPM. Termasuk seperti izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), pelepasan kawasan hutan, termasuk untuk perkebunan, dan pinjam pakai kawasan hutan yang biasanya dimanfaatkan untuk investasi pertambangan. Hal itu seperti diatur dalam Peraturan Menteri LHK No.1 tahun 2015.

Tata waktu

Kini, pasca pendelegasian kewenangan, masih banyak PR yang harus diselesaikan agar bisa dioperasionalkan. Termasuk soal prosedur dan proses perizinan, baik di BKPM maupun di Kementerian LHK. Secara teknis, Kementerian LHK memang masih menjalankan tugasnya untuk menelaah dan menilai permohonan izin yang masuk.

Menurut Siti, BKPM memang meminta agar waktu untuk memproses permohonan bisa dipangkas. Untuk Izin pinjam pakai, misalnya, BKPM meminta waktu pemrosesan izin di Kementerian LHK lebih singkat dari 45 hari. “Ini sedang kami dalami. Karena ada verifikasi data yang harus dilakukan,” katanya.

Siti menjelaskan, dalam penyiapan standard operating procedure (SOP) untuk pemrosesan perizinan LHK bukan sekadar menggambar flow chart dan mencanangkan pemangkasan hari kerja. Tapi juga perlu verifikasi di lapangan. Menurut dia, banyak permohonan yang diajukan yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat, namun di lapangan sang pemohon tetap beroperasi.

Hal lain yang disiapkan untuk operasionalisasi pendelegasian kewenangan perizinan adalah soal administratif. Misalnya, tentang penomoran surat izin dan pemberian kode surat. Menurut Siti, meski sudah dilimpahkan ke BKPM, namun kode surat tetap tidak boleh menghilangkan catatan sejarah proses perizinan di Kementerian LHK. “Kalau tidak, lost historisnya,” kata Siti.

Hal itu penting mengingat berkas terkait proses perizinan di LHK sangat banyak. Untuk peta wilayah hutan yang menjadi rujukan saja, tebalnya bisa mencapai 15-20 lembar lipatan.

Siti menegaskan, pihaknya bersama BKPM benar-benar bertekad mempercepat proses perizinan. Dia tak ingin lagi ada izin yang tertahan bertahun-tahun tanpa kepastian.

Sebagai gambaran, saat ini permohonan tertahan terdapat 231 unit untuk tukar-menukar kawasan hutan dan 588 unit untuk pelepasan kawasan hutan. Jumlahnya bertambah dengan memperhitungkan permohonan pasca terbitnya Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2012 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Di mana terdapat 101 permohonan tukar-menukar yang tertahan dan 119 permohonan pelepasan kawasan hutan yang tertahan.

Menurut Siti, banyaknya izin tertahan bukan berarti jajarannya lambat dalam memproses perizinan. Melainkan banyak dari permohonan yang ternyata tak memenuhi persyaratan. Untuk itu, lanjut dia, demi memberi kepastian hukum dan usaha, pihaknya akan mengembalikan seluruh permohonan yang tidak dilengkapi persyaratannya. “Terserah mereka mau lengkapi atau tidak, tapi paling tidak ada kepastian,” katanya. Sugiharto

BKPM Akui Perizinan LHK tak Mudah

Kepala BKPM Franky Sibarani mengakui prosedur perizinan di Kementerian LHK ternyata tidak mudah. Untuk itu, pihaknya terus menjalin komunikasi agar SOP dan alur perizinan bisa makin dipercepat dan ringkas.

“Kami (BKPM dan Kementerian LHK) punya tujuan yang sama. PR-nya adalah menyederhanakan proses dan waktu perizinan,” katanya.

Dia menjelaskan pentingnya kelengkapan SOP Perizinan di PTSP Pusat. SOP Perizinan terdiri dari syarat-syarat yang dibutuhkan dalam perizinan dan tenggat hari yang dibutuhkan untuk memproses izin, sangat dibutuhkan investor yang ingin memasukkan aplikasi. “Tanpa adanya SOP, investor ibaratnya akan memasuki hutan belantara yang cukup gelap tanpa adanya kepastian dalam prosedur dan waktu,” kata Franky.

Dia juga menjelaskan, untuk sektor LHK target pertama percepatan perizinan adalah  untuk izin-izin terkait proyek strategis pemerintah, yaitu pembangkit listrik, infrastruktur jalan, dan migas. “Presiden menargetkan dalam tiga bulan izin-izin pembangkit listrik bisa jalan,” katanya.

Berdasarkan data kementerian LHK, masih terdapat 33 permohonan tukar-menukar kawasan hutan terkait ketenagalistrikan yang masih pending.

Franky sendiri optimis dengan dilayani PTSP, investasi LHK bakal moncer. Dia mengungkapkan, sepanjang periode 26 Januari-3 Februari 2015 tercatat 81 investor yang mengunjungi PTSP Pusat untuk desk Lingkungan Hidup dan Kehutanan?. “Dari jumlah tersebut, 77 investor melakukan konsultasi perizinan dan 4 investor yang sudah mengajukan perizinan,” kata dia.

Hal itu, ujar dia, merupakan bentuk daya tarik Indonesia dengan adanya PTSP selain tindakan sosialisasi yang terus dilakukan oleh BKPM. Sugiharto