Subsidi Dipangkas, IIU Fishing Marak

Upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendesak BPH Migas meninjau ulang keputusan mengurangi jatah solar subsidi untuk nelayan mendapat dukungan kuat. Apalagi, kebijakan itu berpotensi besar menguras sumber ikan nasional oleh asing akibat makin jarangnya nelayan melaut.

Dari lima kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang dikeluarkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), penentangan paling kuat muncul dari sektor kelautan dan perikanan. Pasalnya, sektor ini paling besar terpangkas, yakni 20%. Sialnya lagi, KKP selaku kementerian yang bertanggung jawab terhadap sektor ini juga tak pernah diajak bicara.

“Kami sadar beban subsidi BBM nasional semakin besar. Tapi kenapa sektor perikanan yang dipangkas hingga 20%? Apakah hitungan mereka (BPH Migas) sudah benar?” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, KKP, Gellwynn Daniel Hamzah Jusuf. Dia kecewa karena keputusan BPH Migas hanya sepihak, tanpa koordinasi. Padahal, dengan pasok solar bersubsidi 900.000 kiloliter (KL) saja sudah kurang, apalagi dibabat tinggal 720.000 KL, sementara kebutuhan normal sekitar 1,3 juta KL.

Dia juga makin jengkel ketika alasan pengurangan jatah solar bersubsidi nelayan karena banyaknya penyelewengan. “Saya kesal,” katanya sambil menggelengkan kepala.

Yang memprihatinkan, pengurangan jatah solar bersubsidi sudah berimbas ke aktivitas melaut nelayan. Bahkan, saat sidak ke SPDN (solar packed dealer nelayan) di Cirebon, dia dapat laporan nelayan lebih sering menganggur akibat kebijakan tersebut. Buntutnya, target tangkapan ikan tahun ini makin berat. Dari target 6 juta ton, sampai semester I/2014 baru mencapai 2,5 juta ton.

Kondisi ini yang disayangkan pengamat kelautan dan perikanan IPB, Fredinand Yulianda. Selain target ikan tangkap terancam meleset, yang paling mengkhawatirkan adalah maraknya penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing. “Ketika nelayan jarang melaut akibat subsidi BBM dipotong hingga 20%, maka nelayan asing dengan kapal-kapal besar akan lebih merajalela di perairan Indonesia,” ujar Fredinand.

Praktik penangkapan ikan ilegal alias Illegal, Unregulated and Unreported (IIU) Fishing memang bukan perkara kecil. Setidaknya laporan FAO menyebut kerugian Indonesia akibat praktik IUU Fishing Rp30 triliun/tahun. Kini, di saat tuan rumah lebih banyak di darat, potensi ikan itu makin leluasa digarap asing. AI