Uni Eropa akhirnya takluk dan menyatakan menunda pemberlakuan undang-undang untuk mengatasi deforestasi global, EUDR, berkat tekanan keras dari negara-negara penghasil komoditi yang terkena larangan serta industri penggunanya.
Komisi Uni Eropa menyatakan penundaan selama 12 bulan pelaksanaan EUDR yang semula harus berlaku awal 2025 menjadi tahun 2026. EUDR diberlakukan dengan tujuan sepihak UE untuk mengatasi deforestasi global di negara-negara eksportir kopi, kakao, kedele, daging sapi, kayu, karet dan minyak sawit. Hal itu diumumkan Komisi UE yang mengkonfirmasi laporan Bloomberg sebelumnya.
Eksportir komoditi utama dunia, mulai dari Brasil sampai Indonesia sudah berulang kali memprotes dan mengecam keras rencana UE tersebut karena kekhawatiran akan memukul petani kecil dan menghambat ekspor.
Penundaan ini menjadi pukulan telak dan kemunduran buat upaya-upaya hijau (lingkungan) Uni Eropa. Namun, langkah itu sekaligus memberikan ketenangan sementara buat konsumen, sama seperti cuaca ekstrem yang telah mengerek naik harga pangan di seluruh dunia dan membangkitkan kembali kekhawatiran terjadinya inflasi pangan.
Penundaan waktu pemberlakuan akan memberikan waktu tambahan buat berbagai pihak untuk menyiapkan diri, namun “tidak untuk mempermasalahkan sama sekali” tujuan EUDR tersebut, jelas Komisi UE dalam pernyataannya. Usulan penundaan itu membutuhkan persetujuan dari Parlemen Eropa dan negara-negara anggota, karena peraturan tersebut dijadualkan mulai berlaku pada 30 Desember 2024.
Baca juga: – Brasil Desak Uni Eropa Tunda Pelaksanaan EUDR
– Tekanan Penundaan EUDR Terus Menguat
“Komisi UE mengakui bahwa tiga bulan sebelum tanggal implementasi yang direncanakan, beberapa mitra global telah berulang kali menyatakan kekhawatiran mengenai kesiapan mereka,” katanya. “Persiapan para pemangku kepentingan di Eropa juga tidak merata tambahnya.
“Komisi tersebut mengakui bahwa tiga bulan sebelum tanggal implementasi yang direncanakan, beberapa mitra global telah berulang kali menyatakan keprihatinan mengenai kesiapan mereka,” katanya. “Persiapan para pemangku kepentingan di Eropa juga tidak merata.”
Blok UE baru-baru ini juga kehilangan suara-suara hijau di parlemen, dan pemerintah di seluruh benua Biru ini juga menghadapi tekanan keras untuk memperlunak ambisi lingkungan mereka karena masalah biaya.
“Bantuan Besar”
“Penundaan ini akan meringankan rantai nilai UE yang terdampak, mulai dari kakao sampai minyak sawit — dan tidak terkecuali konsumen Eropa yang sudah terdampak hebat oleh krisis biaya hidup,” ujar analis Rabobank di London, Carlos Mera.
EUDR atau Regulasi anti-Deforestasi Uni Eropa membutuhkan sistem penelusuran yang kompleks, di mana importir diwajibkan mengumpulkan data yang presisi untuk mengidentifikasi bidang-bidang lahan yang dijadikan tempat budidaya komoditi yang diimpor. Sementara perusahaan harus memastikan bahwa produk yang dijual atau diekspor bukan berasal dari wilayah-wilayah hasil deforestasi atau degradasi hutan pada tahun 2020.
Para petani Jerman yang teroganisir di DBV menyambut baik penundaan tersebut.
“Ketidakpastian yang yang disebabkannya kini harus menjadi asalan mendasar untuk menyederhanakan kembali aturan tersebut dan tidak membebani birokrasi tambahan pada negara-negara yang telah melindungi hutannya dengan efektif,” ujar Sekjen DBV, Bernhard Krüsken.
Berbeda dengan petani, kelompok lingkungan hidup menyampaikan kekecewaan dengan adanya usulan penundaan tersebut, seraya menyebut hutan dunia memang sangat mendesak untuk dilindungi.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen “kemungkinan juga menggunakan gergaji mesin itu sendiri,” ketus Direktur Kebijakan Hutan Greenpeace UE, Sébastien Risso. “Orang-orang di Eropa tidak mau produk-produk (hasil) deforestasi ada di rak-rak supermarket mereka, tapi penundaan ini malah melakukannya.”
Kopi, Kakao
Meskipun harga biji-bijian tetap terkendali tahun ini, namun untuk kopi dan kakao harganya sudah melambung tinggi di tengah susutnya hasil panen dan kekhawatiran terjadinya gangguan (disrupsi) pada rantai pasok.
Baca juga: Perusahaan Kopi Tidak Siap Patuhi EUDR
Kekhawatiran terhadap kepatuhan pada EUDR telah mendorong para pedagang kopi menumpuk biji kopi impor menjelang berakhirnya tenggat waktu, dan banyak perusahaan penggilingan (roaster) kopi sudah menegaskan bahwa konsumen Eropa harus membayar harga kopi lebih mahal jika EUDR diberlakukan. Sebuah kelompok importir kakao pada September menyatakan EUDR menuju “kegagalan kritis”.
Sementara itu harga kopi robusta di bursa berjangka pada perdagangan Rabu menurun 6%, sedangkan kedele juga turun 1%. Di bursa New York, harga kkao juga merosot.
Peter Liese, anggota parlemen asal Jerman yang mengkoordinasikan masalah-masalah lingkungan di Partai Rakyat Eropa, menyambut baik usulan UE tersebut. Dia mengatakan yakin “seluruh Parlemen akan mengadopsi usulan itu dalam jangka pendek. Pemberlakuan aturan itu pada 30 Desember 2024 akan menjerumuskan kita pada kekacauan (chaos) yang tidak bertanggung jawab.” AI
Kanselir Jerman Olaf Scholz pun Mengritik EUDR
Keputusan Komisi Eropa untuk menunda pemberlakukan The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) memang sudah sepantasnya dilakukan. Selain dinilai sepihak dan bernuansa perang dagang, banyak negara anggota Uni Eropa (UE) sendiri yang keberatan.
Kritikan terakhir sebelum usulan penundaan dilakukan Komisi Eropa datang dari Kanselir Jerman Olaf Scholz. Dia meminta UE menunda pemberlakukan EUDR karena banjir kritik terhadap aturan tersebut.
Komentar pemimpin Jerman tersebut menambah keberatan yang disuarakan oleh negara-negara seperti Brazil, Indonesia dan Malaysia, yang berpendapat bahwa hal ini akan berdampak negatif pada pasar komoditas global. Scholz mengatakan, dia memiliki kekhawatiran yang sama dengan yang diajukan oleh pembuat peraturan tersebut, yang dikenal sebagai EUDR, dan potensi dampaknya ketika peraturan tersebut diterapkan pada akhir tahun ini.
“Untuk jelasnya: peraturan tersebut harus dapat dipraktikkan,” tandas Scholz di Berlin. Scholz mengatakan, secara pribadi dia telah meminta Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, mantan menteri pertahanan Jerman, untuk menunda EUDR sampai masalah yang diangkat oleh BDZV dapat diklarifikasi.
Baca juga: Jerman Kembali Desak Penundaan EUDR
EUDR, yang dibentuk setelah janji yang dibuat pada konferensi iklim COP-26 di Glasgow tiga tahun lalu, dikecam karena menciptakan birokrasi dan tidak memberikan waktu yang cukup bagi mereka yang terkena dampak, termasuk petani, untuk bersiap. EUDR juga membahayakan perdagangan tahunan senilai lebih dari 110 miliar dolar AS di enam benua.
Dalam sebuah pernyataan pada bulan Maret, BDZV mengatakan pihaknya dan kelompok lobi lainnya telah menulis surat kepada pemerintah Jerman dan komisi tersebut mendesak mereka untuk “mengurangi risiko, sanksi, dan beban bagi perusahaan yang ditimbulkan oleh peraturan tersebut.”
Dalam bentuknya yang sekarang, EUDR mewakili “tidak hanya ancaman besar terhadap produksi produk cetak untuk masyarakat umum, namun juga terhadap produk pers, dokumen pemilu, dokumentasi teknis, label dan kemasan, yang merupakan bagian dari infrastruktur penting,” menurut untuk pernyataan itu.
Brasil juga mendesak UE untuk menunda penerapan undang-undang tersebut. Dalam sebuah surat kepada para pejabat UE, yang dilihat Bloomberg, dikatakan bahwa peraturan tersebut mencakup lebih dari 30% ekspornya ke blok tersebut.
“EUDR dirancang tanpa pemahaman yang tepat tentang proses produksi dan ekspor berbagai produk dan kenyataan di lapangan di masing-masing negara,” tulis Mauro Vieira, Menteri Luar Negeri Brasil, dan Carlos Favaro, Menteri Pertanian, kepada UE. komisaris, termasuk Maros Sefcovic, ketua Green Deal blok tersebut. “Kami menganggap tindakan sepihak, koersif, dan menghukum mengikis kepercayaan.”
Juru bicara UE membenarkan penerimaan surat Brasil tersebut, namun menolak mengomentari pernyataan Scholz.
Komentar Scholz dan seruan Brasil untuk penundaan menambah tekanan pada UE untuk menunda peraturan tersebut, yang bertujuan untuk mengatasi deforestasi yang disebabkan oleh perluasan industri komoditas seperti daging sapi, kayu, kedelai dan kopi.
Indonesia dan Malaysia juga mengkritik undang-undang tersebut, yang menurut mereka akan memberikan dampak paling buruk bagi petani kecil. Beberapa negara Uni Eropa dan anggota parlemen juga mengecam undang-undang tersebut karena memberikan sanksi pada sektor pertanian. AI