Pemerintah akan menaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras sekitar 10% dari Rp6.600/kg menjadi Rp 7.260/kg. Padahal, selama ini harga gabah dan beras selalu di atas HPP.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, kenaikan HPP beras merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani padi.
Di samping itu, kenaikan HPP juga untuk mendorong semangat petani agar meningkatkan produksi guna mencapai swasembada pangan, terutama padi. “Kami selalu melakukan koordinasi dengan Bulog, terutama mengenai kenaikan HPP beras. Koordinasi ini penting untuk menjaga agar harga beras tidak anjlok,” katanya kepada Agro Indonesia, pekan lalu.
Menurut dia, dengan menaikkan HPP diharapkan petani lebih bersemangat untuk meningkatkan produksi pangan, terutama padi. “Kita sekarang ini sedang giat-giatnya meningkatkan produksi padi untuk mencapai swasembada beras dalam dua tahun mendatang,” ungkapnya.
Amran berkeyakinan, jika HPP beras dinaikkan, maka petani akan lebih bersemangat lagi. Hal ini sejalan dengan program Kementerian Pertanian (Kementan) yang melakukan upaya perbaikan jaringan irigasi tersier, peningkatan indeks pertanaman dan lain sebagainya.
Kementan, lanjutnya, sudah menetapkan target produksi yang harus dicapai tahun 2015 ini, yakni produksi padi sebanyak 73,40 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan pertumbuhan 2,21% per tahun, jagung 20,33 juta ton dengan pertumbuhan 5,57% per tahun, dan kedelai 1,50 juta ton dengan pertumbuhan 60,81% per tahun.
Dalam pencapaian swasembada padi berkelanjutan dan jagung serta swasembada kedelai, lahan merupakan salah satu faktor produksi utama yang tidak tergantikan. “Karena itu, kita lakukan perbaikan jaringan irigasi tersier seluas 1,5 juta hektare di seluruh provinsi,” tegasnya.
Menurut dia, jika Indonesia sudah mencapai swasembada beras, maka diupayakan untuk mengekspor. ”Kalau sudah berswasembada pangan, maka kita akan targetkan ekspor beras,” katanya.
Direktur Mutu dan Standardisasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), Gardjita Budi mengatakan, Kementan tiap tahun mengajukan usulan kenaikan HPP. Namun demikian, keputusan ada di Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Kita tiap tahun selalu memberikan usulkan HPP beras. Namun, keputusan ada di Menko Perekonomian,” tegasnya. HPP yang berlaku sekarang ini adalah Gabah Kering Panen (GKP) Rp3.300/kg, Gabah Kering Giling (GKG) Rp4.150/kg dan HPP beras Rp6.600/kg.
Selalu di atas HPP
Menurut Gardjita Budi, harga beras sebenarnya tidak ada masalah karena harganya selalu di atas HPP. Begitu juga dengan harga gabah, selalu di atas HPP. Namun, jika pemerintah mau menaikkan HPP tentu saja tidak salah, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi. Di samping itu, Kementan sedang giat-giatnya meningkatkan produksi padi untuk mencapai swasembada padi.
Dia menilai, jika HPP beras dan gabah dinaikkan, sangat tepat dan sejalan dengan program Kementan yang belakangan ini jor-joran memberikan bantuan sarana produksi (alsintan, pupuk, dan bibit) dalam rangka peningkatan produksi padi. “Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi padi dan mencapai swasembada pangan,” ungkap Gardjita Budi.
Melalui kebijakan HPP ini pemerintah mengharapkan produksi padi dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasokandalam negeri, stabilitas harga padi dan pendapatan petani dan usahatani padi meningkat.
Menurut dia, kebijakan penetapan HPP gabah yang dilakukan selama ini berdasarkan kadar air dan kadar hampa, sedangkan HPP beras adalah kadar air dan butir patah beras.
“Penerapan HPP gabah berdasarkan kadar air dan kadar hampa dipertahankan hingga saat ini dengan pertimbangan sebagian besar petani memproduksi gabah pada kualitas tersebut, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan mayoritas petani padi,” katanya.
Produksi turun
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Hasil Sembiring mengatakan, akan ada panen pada bulan Januari seluas 600.000 ha, kemudian meningkat pada Februari menjadi 1,2 juta ha dan Maret 3 juta ha. Sisanya pada April sekitar 2,2 juta ha.
“Jika dihitung selama empat bulan dari Januari-April, maka akan ada panen sekitar 21,2 juta ton beras. Rinciannya, pada Januari 1,8 juta ton. Lalu Februari sebesar 3,6 juta ton dan Maret sebesar 9,1 juta ton. Terakhir April sebesar 6,7 juta ton,” jelas Hasil.
Menilik produksi beras dari Januari-April maka, kebutuhan nasional beras mencapai 3 juta ton. Artinya, hanya pada Januari saja terjadi defisit beras. Itulah yang membuat harga beras pada Januari ini masih merangkak naik.
Berdasarkan Angka Ramalan (Aram) II Biro Pusat Statistik (BPS), produksi gabah tahun 2014 turun sekitar 672.000 ton, sehingga total produksi sekitar 70,7 juta ton GKG. Produk ini lebih kecil dibandingkan dengan angka tetap (ATAP) produksi tahun 2013 yang mencapai 71,3 juta ton.
“Penyebab penurunan produksi padi salah satunya adalah turunnya luas panen yang diikuti oleh turunnya produktivitas tanaman padi,” kata Hasil Sembiring.
Menurut dia, Kementan kin berupaya memperbaiki jaringan irigasi, utamanya adalah jaringan/saluran irigasi yang rusak. Hal ini sangat tepat, di mana pemerintah baru mengalokasikan dana lebih dari Rp15 triliun.
Dampak dari perbaikan saluran irigasi adalah penambahan areal tanam seluas 1,4 juta ha. Jika luas areal tanam naik, maka akan menaikan indeks pertanaman sebesar 1 kali. Bila 1,4 juta ha dikalikan dengan angka rata-rata ARAM II sebesar 5,12 ton/ha, maka akan terdapat penambahan produksi padi sekitar 7,2 juta ton GKP.
Kenaikan HPP beras dan gabah tentunya akan memberikan dorongan bagi petani untuk meningkatkan produksi. Namun, hal yang perlu diperhatikan, kenaikan HPP hendaknya tidak diikuti dengan kenaikkan harga sarana produksi lain seperti pupuk dan pestisida. Jika harga sarana produksi tidak naik, maka pendapatan petani akan meningkat.
Pengamat pertanian, Kaman Ninggolan yang dihubungi mengatakan, kenaikan HPP penting untuk instrumen Bulog membeli gabah atau beras petani. HPP terakhir yang dipakai adalah Inpres No.3/2012, di mana harga yang ditetapkan adalah GKP Rp3.350 di penggilingan, GKG Rp4.200/kg di gudang Bulog dan harga beras Rp6.600/kg.
Menurut Kaman, kenaikan HPP memang bisa berimbas terhadap target inflasi pemerintah tahun ini, yang maksimal 5%. Namun, jika pemerintah ingin kenaikan itu tak terlalu berpengaruh ke inflasi, maka kenaikan maksimal 6%.
“Jika inflasi tidak mau terganggu dengan kenaikan HPP ini, maka pemerintah harus menaikan HPP sebesar 6%. Jika kenaikkan HPP sebesar ini, maka tidak terlalu berdampak terhadap inflasi,” katanya.
Mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan ini mengatakan, selain menaikan HPP, sebaiknya pemerintah juga memberikan insentif lainnya kepada petani seperti akses modal dan lain sebagainya. “Petani kita aksesnya terhadap lembaga keuangan sangat terbatas, sehingga kesejahteraan mereka sulit terangkat,” ungkapnya.
Sementara, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, kenaikan HPP 10% cukup menutup ongkos produksi karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah kembali turun.
”Yang penting raskin tetap diadakan, sehingga Bulog tetap bisa menyerap beras petani,” ujarnya kemarin. Di sisi lain, pemerintah tetap melanjutkan program raskin meski selama 3 bulan pertama tahun ini akan terus dievaluasi untuk menjamin ketepatan sasaran, ketepatan jumlah, ketepatan waktu, serta ketepatan kualitas beras. Pemerintah menganggarkan pengadaan raskin Rp18,9 triliun.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data BPS, total biaya per musim tanam untuk satu hektare luas panen padi sawah sebesar Rp8,5 juta. Komponen biaya produksi usaha tanaman padi sawah yang paling besar adalah pengeluaran untuk upah pekerja dan jasa pertanian, yang mencapai 57,24% dari total biaya atau sebesar Rp 4,9 juta. E.Y. Wijianti