Seperti yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada April 2014, mengalami defisit sebesar 1,96 miliar dolar AS, setelah pada bulan sebelumnya mencatat surplus sebesar 0,67 miliar dolar AS. Kinerja neraca perdagangan tersebut dipengaruhi oleh neraca perdagangan nonmigas April 2014 yang berbalik dari surplus menjadi defisit, meskipun defisit neraca perdagangan migas tercatat lebih rendah dibandingkan kondisi Maret 2014.
Neraca perdagangan nonmigas mencatat defisit 0,89 miliar dolar AS dibandingkan dengan surplus 2,02 miliar dolar AS pada Maret 2014, dipengaruhi ekspor nonmigas yang terkontraksi 7,09 persen (mtm) dan impor nonmigas yang meningkat 19,32 persen (mtm). Pertumbuhan negatif ekspor nonmigas terutama terjadi pada komoditas utama yang berbasis sumber daya alam seperti batubara dan minyak nabati seiring melemahnya permintaan dari Tiongkok dan India.
Defisit neraca perdagangan yang terjadi pada April 2014 ini sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah dan membuat rupiah semakin sulit untuk kembali menguat. Nilai tukar rupiah terhadap pekan lalu telah mendekati posisi Rp12.000.
Jika melihat perkembangan yang terjadi, bukan tidak mungkin kalau defisit neraca perdagangan pada bulan-bulan berikutnya akan kembali terjadi. Defisit tidak hanya berasal dari sektor migas saja, tetapi juga nonmigas.
Hal ini bisa dilihat dari terus membengkaknya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri yang memicu peningkatan anggaran subsidi BBM. Selain itu, impor produk di sektor nonmigas juga terus mengalami peningkatan, mulai dari komoditas pangan hingga non pangan. Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan peningkatan ekspor untuk komoditas andalan kita.
Masih belum pulihnya kondisi di negara-negara yang selama ini menjadi pasar utama komoditas andalan Indonesia, menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit neraca perdagangan di sektor nonmigas pada bulan April lalu.
Defisit neraca perdagangan tentunya akan berpengaruh pada realisasi Anggaran, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini saja pemerintah telah memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga pemerintah guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
Pemangkasan anggaran Kementerian dan lembaga terpaksa dilakukan pemerintah karena gagalnya pemerintah mencapai target terhadap sejumah asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN, misalnya nilai kurs rupiah, lifting minyak, pendapatan pajak dan cukai.
Tentunya kita tidak menginginkan adanya lagi pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga yang terjadi di tahun ini. Karena itu, pelbagai upaya dan kerja keras baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat perlu ditingkatkan lagi.
Pemerintah sudah seharusnya terus mendorong pembukaan pasar baru bagi komoditas andalan ekspor Indonesia. Potensi untuk menembus pasar yang lebih luas bagi komoditas Indonesia masih cukup besar, terlebih sejumlah komoditas kita memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk asing.
Peran masyarakat juga sangat penting untuk menjaga stabilitas APBN. Penghematan penggunaan BBM serta konsumsi produk asing bisa mengurangi beban defisit yang nantinya bisa mempengaruhi realisasi APBN.