Mengejar Target Pertumbuhan Ekonomi

Di tengah kondisi ekonomi global yang belum membaik, Indonesia mentargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 bisa mencapai angka 5,8% atau lebih baik dari pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang berada di kisaran 5,2%.

Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pada tahun 2015 memang cukup ambisius. Pasalnya, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) hanya  memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,6%. Itu pun dengan syarat  pemerintah konsisten menjalankan reformasi struktural.

Sementara Bank Indonesia (BI)  hanya berani memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di kisaran 5,4% hingga 5,8% saja. Artinya, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini hanya bisa mencapai angka 5,4 persen.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi yang moderat itu diungkapkan BI dengan alasan Indonesia masih akan terpengaruh oleh dua hal yaitu penurunan harga komoditas yang masih berlanjut dan kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS). Agus menyebut ini sebagai twin shock.

BI memperkirakan ke depan dolar AS masih cenderung menguat terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah. Kecenderungan ini sudah nampak sejak awal tahun, di mana dolar AS sempat menyentuh Rp12.700. Sementara di sisi harga komoditas, belum ada tanda-tanda yang menggembirakan.

Memang, anjloknya harga sejumlah komoditas seperti kopi, kakao, minyak sawit mentah dan karet, telah berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya, komoditas-komoditas tersebut selama ini menjadi andalan utama bagi pemasukan devisa.

Penurunan harga komoditas andalan ekspor Indonesia tersebut di pasar internasional tentunya  akan berpengaruh terhadap besaran defisit APBN Indonesia di tahun ini.

Terlepas dari kondisi belum membaiknya harga komoditas dan adanya tekanan dari mata uang dolar AS, upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8% tetap masih berpotensi tercapai asalkan dilakukan secara sungguh-sungguh.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan sebesar itu, pemerintah akan memaksimalkan penyerapan anggaran pendapatan dan belana negara (APBN). Penyerapan APBN didorong minimal mencapai 90%.

Selain memaksimalkan penyerapan APBN, pemerintah juga berusaha memangkas birokrasi dalam hal perizinan berinvestasi.Investasi sangat diperlukan karena menurut Presiden Joko Widodo, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, tidak bisa hanya mengandalkan penyerapan APBN saja

 Untuk mengurus perizinan berinvestasi, pemerintah telah menjadikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai sentralnya. Lewat penerapan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), semua urusan perizinan investasi bisa dilakukan melalui BKPM saja.

Namun kita juga perlu mengingatkan kalau  iklim ekonomi dan politik di dalam negeri juga sangat berpengaruh besar terhadap masuknya investasi di negeri ini.

Investor tentunya tidak ingin masuk ke negeri yang iklim politiknya tidak baik dan rendahnya kepedulian pemerintah dalam pemberantasan tindak korupsi.

Sekarang ini, pemerintah tengah diuji apakah memang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi atau tidak. Jika pemerintah tidak bisa memperlihatkan komitmennya, jangan harap investasi akan mengalir deras ke negeri ini.