Online Sistem Submission Optimalkan Pengelolaan Limbah B3

Workshop Perizinan Pengelolaan Limbah B3 untuk mendukung Penerapan OSS

Implementasi Online Sistem Submission (OSS) atau pelayanan izin berusaha terintegrasi secara daring akan mengoptimalkan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) agar aman bagi lingkungan sekaligus bisa menjadi sumber daya.

Demikian terungkap dalam workshop Perizinan Pengelolaan Limbah B3 untuk mendukung Penerapan OSS di Yogyakarta, 27-28 Agustus 2018. Workshop dihadiri sekitar 150 orang peserta yang terdiri dari perwakilan dari instansi Lingkungan Hidup dari Provinsi dan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Perusahaan Penghasil Limbah B3 dan jasa pengelola Limbah B3. Workshop dibuka secara resmi oleh Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati.

“Kami mengedepankan pengurangan dan pemanfaatan, artinya dimana Limbah B3 itu, bukanlah sesuatu yang dibuang, tetapi akan jauh lebih baik kalau Limbah B3 itu bisa dimanfaatkan,” kata Vivien.

Rosa Vivien Ratnawati
Rosa Vivien Ratnawati

Menurut Vivien, masih banyak limbah B3 yang belum dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah dan industri yang bergerak pada pengelolaan limbah B3. Setiap tahun, volumenya mencapai 130 juta ton. Padahal, limbah B3 dapat diolah menjadi road base atau bahan dasar pembuatan jalan, batu bata, maupun sumber energi untuk menjalankan proses produksi kembali

Sebenarnya minat untuk melakukan pengelolaan Limbah B3 secara legal terus meningkat. Sebagai gambaran, sampai dengan Juli 2018 ini telah diterbitkan 78 izin pengelolaan limbah B3, terdiri dari 44 izin pemanfaatan Limbah B3, 7 izin pengumpulan limbah B3, 15 izin pengolahan limbah B3 dan 6 izin dumping. Namun demikian pelaksanaan pengelolaan limbah B3 belum juga optimal. Masih sering ada temuan atau pengaduan terhadap pengelolaan limbah B3 yang tidak  sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Vivien berharap, dengan adanya workshop sosialisasi peraturan terkait pengelolaan limbah B3 bisa menjadi ajang komunikasi antara KLHK dengan pemerintah daerah dan pemegang izin pengelolaan limbah B3. Tujuannya supaya tidak ada lagi over lapping dan miss understanding terkait kebijakan pengelolaan limbah B3.

Apalagi, pemerintah juga baru saja merilis kebijakan baru dalam proses pelayanan perizinan dengan sistem OSS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik.  Vivien menyatakan penerapan OSS dalam pengelolaan limbah B3 dilakukan sebagai upaya terobosan yang dilakukan agar pengelolaan limbah B3 makin efektif.

“Sekarang ini,  orang menganggap yang namanya mengurus ijin itu mahal, lama dan mejanya banyak. OSS nantinya akan menyederhanakan dan pengelolaan Limbah B3 secara legal menjadi lebih mudah, dan semuanya akan di tarik ke OSS.”

Sebelum adanya OSS, untuk mendapatkan izin pengelolaan Limbah B3 harus melalui berbagai macam tahap dan banyak yang harus diurus oleh pengelola Limbah B3. Ini menjadi salah satu perintang sehingga banyak pengelolaan Limbah B3 belum legal.

OSS nantinya masih tetap mengikuti peraturan yang sudah ditentukan sebelumnya, hanya saja dengan OSS, tahap dan segala urusan perizinan akan menjadi satu jalur.

Pelayanan perizinan yang terintegrasi secara elektronik melalui sistem OSS ini dikeola oleh Lembaga Pengelola Penyelenggara OSS Kementerian Perekonomian. Mekanismenya, ketika pemohon mengajukan permohonan pertama kali, akan mendapat nomor induk berusaha (NIB). Kemudian izin akan keluar dalam satu atau dua hari. Izin tersebut belum final, hanya izin dengan komitmen. Izin dikeluarkan supaya bisa mengurus yang lain, tapi masih belum bisa operasi.

Selanjutnya, KLHK melakukan proses pengawasan. Sesuai Peraturan Menteri LHK No 22 tahun 2018 tentang Pengawasan Komitmen. Anna Zulfiyah