Indonesia dilaporkan rawan kekurangan tenaga penyuluh pertanian. Potensi terjadinya kekurangan tenaga penyuluh itu antara lain muncul dari adanya 13.464 tenaga penyuluh yang berstatus pengawai negeri sipil yang memasuki pensiun dalam empat tahun mendatang serta adanya moratorium penerimaan pegawai negeri sipil..
Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia saat ini mencapai 47.412 orang, yang terdiri atas 27.153 orang penyuluh berstatus PNS, dan 20.259 orang penyuluh berstatus tenaga kerja kontrak atau disebut dengan tenaga lepas harian-tenaga bantu (THL-TB).
Jika dibandingkan dengan jumlah petani dan luas lahan pertanian di dalam negeri, jumlah penyuluh yang ada sekarang ini tidaklah ideal. Idealnya, jumlah tenaga penyuluh pertanian di Indonesia adalah sebanyak 98.356 orang dengan dasar para kebutuhan satu penyuluh untuk setiap satu desa, ditambah kebutuhan penyuluh yang ditempatkan di kantor-kantor penyuluh di tingkat wilayah.
Kekurangan penyuluh tentunya sangat merugikan Indonesia mengingat peran tenaga-tenaga tersebut yang bisa berdampak positif terhadap kegiatan produksi di sektor pertanian.
Berdasarkan tupoksi, tugas penyuluh pertanian adalah menyuluh, selanjutnya dalam menyuluh dapat dibagi dalam menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan penyuluhan.
Penyuluh dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya (menyuluh) dikatakan tidak dapat melaksanakan dengan baik bila tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik sebagai penyuluh.
Sebagai organisator dan dinamisator, penyuluh juga ditugaskan untuk selalu menumbuhkan dan mengembangkan kelompok tani, agar mampu berfungsi sebagai kelas belajar-mengajar, wahana kerjasama dan sebagai unit produksi, Penyuluh sebagai penganalisa, penyuluh dituntut untuk mampu menganalisa masalah, sebab yang ada di usaha tani dan di keluarga tani mampu menganalisa kebutuhan petani yang selanjutnya merupakan masukan dalam pembuatan program penyuluhan pertanian.
Kini dengan perkembangan jaman yang terus berubah, peran peyuluh juga ikut bergeser. Penyuluhan tidak hanya diartikan sebagai “transfer teknologi” lagi, karena kebutuhan petani tidak hanya soal lahan usaha tani saja, masyarakat tanipun tidak bisa lagi dianggap sebagai orang-orang yang tidak berkemampuan, mereka juga orang-orang yang berpengalaman yang perlu diakui keberadaannya.
Intinya, tenaga penyuluh amat dibutuhkan untuk mendorong peningkatan produksi bahan pangan. Tanpa ketersediaan tenaga penyuluh yang memadai, upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi bahan pangan akan mengalami hambatan.
Karena itu, upaya peningkatan jumlah penyuluh pertanian yang diikuti dengan penguatan dan peningkatan kualiatas mereka, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah jika ingin program di sektor pengan mau berhasil.
Moratorium PNS sebaiknya dikecualikan untuk tenaga penyuluh pertanian. Jika moratorium PNS tidak bisa ditwar lagi, pemerintah bisa saja meningkatkan jumlah tenaga penyuluh yang berstatus kontrak.