Perguruan Tinggi Pertanian Dukung Kementan Cegah Konversi Lahan

Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam pencegahan alih fungsi lahan pertanian makin mendapat dukungan masyarakat. Salah satunya dari Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Teknologi Pertanian Indonesia (FKPT TPI).

Ketua FKPT TPI, Imam Santoso mengatakan, mencegah alih fungsi lahan pertanian merupakan langkah strategis karena kebutuhan lahan di luar pertanian masih cukup tinggi. Apalagi, berbagai kepentingan jangka pendek, perlahan tapi pasti, akan menggerus lahan pertanian produktif.

Pada sisi lain, insentif dan nilai ekonomis usaha pertanian dianggap kurang memadai karena belum terlalu gencarnya sosialisasi. “Karena itu, penerapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ini dibutuhkan sinergitas yang baik dari semua pihak agar mampu mendorong pertanian memiliki nilai ekonomis dan prospektif. Sehingga ke depan dapat menahan laju alih fungsi lahan,” ujar Imam, Senin (9/3/2020).

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang ini menjelaskan, sosialisasi UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan perlu diikuti dengan insentif.

“Saya sangat yakin pertanian pada saat ini tetap memegang peranan strategis dalam pembangunan berskala nasional. Meski tantangan yang ada cukup kompleks, namun konsep dan program yang ditawarkan Kementan sudah sangat bagus,” akunya.

Walau demikian, sektor pertanian memiliki tantangan besar, terutama pada minimnya generasi muda yang mau terjun langsung ke lapangan. Tapi, persoalan ini perlahan tapi pasti mampu dijawab dengan program Pertanian Masuk Sekolah (PMS).

“Pada sisi lain, Kementan juga sukses menerapkan teknologi yang berbasis kecerdasan artifisial atau artificial intelligent (AI). Saya kira ini adalah salah satu solusi tepat untuk menarik minat anak muda terjun ke dunia pertanian,” tuturnya.

Imam menambahkan, Kementan juga sudah cukup baik dalam menghadirkan kebutuhan data Agriculture War Room (AWR) dan kelembagaan Kostratani. Keduanya merupakan terobosan yang sangat bagus untuk meyakinkan implementasi pertanian berbasis teknologi berjalan dengan baik.

“Melalui langkah itu, diharapkan pertanian kita maju, mandiri dan modern. Tentu melalui program yang digagas Pak Mentan Syahrul, sektor pertanian akan semakin berkontribusi bagi pembangunan nasional dan petani Indonesia makin sejahtera,” jelasnya.

Sementara Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menambahkan, pemerintah saat ini sedang mengatur pemberian insentif untuk pemerintah daerah maupun petani.

Pemerintah pusat memberi insentif sesuai dengan aturan perundang-undangan kepada pemerintah daerah jika di wilayahnya terdapat lahan sawah yang masuk dalam peta lahan sawah yang dilindungi.

“Sementara untuk petani, insentifnya berupa bantuan sarana-prasarana pertanian, irigasi, percepatan sertifikasi tanah, dan bentuk lainnya yang sesuai peraturan,” katanya.

Bentuk insentif lainnya, lanjut Sarwo Edhy, berupa Kartu Tani dan pemberian modal awal untuk usaha tani. “Pemberian insentif ini menjadi daya tarik. Kita harapkan pemilik lahan sawah mempertahankan lahannya karena insentif yang menarik adalah pemberian Kartu Tani dan sarana prasarana produksi lainnya,” jelasnya.

Tolak Permohonan Alih Fungsi

Selain itu, pihaknya juga meminta Dinas Pertanian (Distan) di daerah menolak permohonan izin alih fungsi lahan pertanian. Pasalnya, berbagai sektor industri telah menggerus luas lahan pertanian yang mengancam produksi pertanian.

“Jika area persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga pun akan kesulitan untuk mendapatkan makanan. Pemerintah daerah diharapkan tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan,” tegasnya.

Sarwo Edhy mengatakan, salah satu amanat mendasar dari UU No. 41 Tahun 2009 adalah LP2B dalam Perda RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota.

“LP2B sesuai amanat UU No. 41 Tahun 2009 dan turunannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota yang dituangkan dalam Perda Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten/Kota,” jelasnya.

Guna mengintegrasikan Penetapan LP2B dalam Perda RTRW tersebut, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 8 tahun 2017, yakni tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Rangka Penetapan Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 9 Huruf d disebutkan, evaluasi materi Rancangan Perda Rencana Tata Ruang dilakukan dengan memperhatikan paling sedikit 5 substansi. Salah satu di antaranya adalah LP2B. Lebih lanjut, Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2018 menetapkan persebaran KP2B dimuat dalam RTRW, penunjukan kawasannya digambarkan dalam peta tersendiri dan akan ditampilkan (overlay) dengan peta rencana pola ruang.

Melalui komitmen penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dalam RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengendalikan lahan pertanian agar tidak dialihfungsikan menjadi peruntukan lainnya. “Selain itu, Perda RTRW juga berfungsi sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi pembangunan skala besar. Sehingga terbentuk keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan pemanfaatan ruang,” tuturnya. PSP