Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengusut PT Dinamika Graha Sarana (DGS), anak usaha kelompok bisnis Sungai Budi Grup (SBG), karena ‘berbohong’ dalam pembangunan perkebunan tebu di Sumatera Selatan. Bahkan, tak tertutup kemungkinan kasus ini akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena banyak pihak terkait yang terlibat.
PT Dinamika Graha Sarana (DGS) terbilang ‘pintar’, sekaligus ‘berani’. Di saat moratorium pembukaan lahan hutan, dia berhasil memperoleh ijin pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi (HPK) untuk perkebunan tebu seluas 39.950 hektare (ha) di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, lewat SK Menhut No. 249/2012. Namun, setelah izin pelepasan diperoleh, mendadak anak usaha raksasa agro industri PT Tunas Baru Lampung Tbk. ini mengubah komoditi tanaman menjadi kelapa sawit. Bahkan, ini yang lebih dahsyat, areal pelepasan kawasan hutan atas nama DGS bisa “dipecah dua”, masing-masing untuk DGS (12.000 ha) dan PT Samora Usaha Jaya (SUJ) seluas 27.000 ha.
Praktik culas ini terbongkar ketika Menteri LHK Siti Nurbaya menugaskan monitoring dan evaluasi operasi dan pemeliharaan restorasi gambut, sebagai sistem pengendalian dan pemantauan objek-objek pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan di 7 provinsi dan 4 kabupaten prioritas. Dari sini terbongkar perubahan ajaib yang dilakukan DGS. “Ada indikasi pelanggaran karena mengubah izin peruntukan pelepasan tebu menjadi kebun sawit,” ujar Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), San Afri Awang.
Bahkan, HGU yang ada malah tercatat untuk perusahaan lain, yakni PT SUJ seluas 27.000 ha. Sementara DGS menyisakan 12.000 ha untuk kebun tebu yang HGU-nya belum terbit. Menurut Awang, dia sudah menyurati perusahaan dan memberi batas waktu 20 hari untuk menjawab. “Mereka sudah membalas surat kami, tapi isinya ternyata berbohong. Mereka menjelaskan bahwa DGS bangun kebun tebu 12.000 ha, tapi tidak menjelaskan mengapa ada SUJ yang dapat 27.000 ha dan yang dibangun sawit? Padahal, izin pelepasan adalah untuk DGS,” tandasnya.
Kasus DGS ternyata bukan kasus pertama yang dihadapi perusahaan milik Widarto Oey ini. Kelompok bisnis yang besar di Lampung dan penghasil tepung tapioka dan tepung beras merek Rosebrand ini juga bersengketa dengan Pemkab Tulang Bawang, Lampung karena mengubah ijin perkebunan dari sawit menjadi tebu. Tak hanya itu. Kabarnya, kelompok SBG juga sedang bersengketa dengan PT Inhutani V (BUMN Kehutanan) terkait kerjasama mereka. Sayangnya, upaya konfirmasi ke Sekretaris Perusahaan Tunas Baru Lampung, Hardy, tak berbuah jawaban. Panggilan telepon tak dijawab, sementara pesan melalui aplikasi Whatsapp juga sekadar berstatus terbaca tapi tak berjawab.
Yang jelas, Kementerian LHK menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini. “Mereka punya itikad tidak baik dan mengaburkan informasi. Orang boleh bilang persoalan hukumnya masih debatable, tapi kami akan usut tuntas kasus ini. Bahkan, secara lisan kasus ini sudah saya sampaikan ke KPK,” ujar Awang. AI