Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya indikasi jaringan kartel dalam program subsidi beras bagi masyarakat miskin (raskin). Indikasi itu diperoleh berdasarkan hasil kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK yang menemukan beragam masalah dalam penyaluran beras raskin dari sektor hulu hingga hilir. Kasus ini memiliki kesamaan dengan kasus sapi.
Menurut KPK, praktik kartel dalam program raskin dipicu oleh lemahnya mekanisme pendistribusian beras. KPK menemukan adanya jaringan pedagang dan tengkulak yang mengumpulkan beras raskin untuk dijual kembali ke pasaran. Tengkulak punya jaringan yang sudah mirip kartel.
Di sisi lain, KPK juga menganggap program subsidi ini tidak efektif karena tidak memenuhi 6T, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi.Hal itu tampak pada persoalan pendataan rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak melibatkan pemerintah daerah. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian data, sehingga penerima subsidi beras tidak tepat sasaran.
Selain itu, menurut KPK, jatah beras per bulan sebanyak 15 kg per kepala keluarga seringkali meleset. Ada sejumlah daerah yang mendistribusikan beras di bawah 15 kg dengan berbagai alasan.
Begitu pula soal alokasi anggaran untuk beras raskin yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, padahal jumlah RTS-PM diklaim menurun. Pada tahun 2013, alokasi anggaran raskin Rp 21,4 triliun untuk 15 juta RTS-PM dari sebelumnya Rp 19,3 triliun pada tahun 2012, dan Rp 16,3 triliun pada tahun 2011 untuk masing-masing 17 juta RTS-PM.
Indikasi adanya kartel raskin dan penyimpangan alokasi raskin di lapangan (jika benar) sungguh ironis karena ternyata program untuk rakyat miskin pun diboncengi kartel.
Jika temuan KPK benar, hal itu sangat mencabik-cabik rasa keadilan, terutama keadilan bagi kaum miskin, yang selama ini memang sudah tertindas.
Untuk mengatasi gurita kartel dalam raskin, semua perlu memberikan dukungan dan kerja sama dalam memberantasnya.Ada baiknya semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mendukung upaya-upaya KPK lebih lanjut terkait indikasi kartel raskin dan penyimpangan alokasi raskin di lapangan.
Peran pemerintah dalam mengatasi masalah ini cukup besar mengingat dalam setiap program raskin, pemerintah selalu menyatakan akan melakukan audit untuk memastikan raskin tepat sasaran. Untuk itu, pemerintah perlu mengumumkan hasil evaluasi/audit penyaluran raskin dari tahun ke tahun secara reguler dan formal sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi pemerintah.
Munculnya dugaan kartel juga diharapkan tidak akan menghentikan pemberian raskin. Pasalnya, raskin masih tetap diperlukan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pangan dan agar mereka tidak terpuruk lebih dalam ke jurang kemiskinan, mengingat 70% pendapatan orang miskin digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Apalagi jika inflasi meningkat yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Meski demikian, penyaluran raskin ke depan harus lebih disiplin, di mana sistem monitoring harus diintensifkan dengan melibatkan lebih banyak pengawas independen.