Mentan Minta Bulog Gencar Beli Gabah Petani

Pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp20 triliun untuk membeli gabah petani di seluruh Indonesia. Pembelian gabah ini melalui Bulog. Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Bulog lebih gencar membeli hasil panen petani saat masih dalam bentuk gabah.

Hasilnya, angka serapan gabah petani oleh Bulog tahun ini naik dibandingkan tahun lalu. “Tahun lalu, per hari Bulog hanya mampu menyerap 100 ton gabah petani. Sekarang, angkanya meningkat pesat menjadi 7.000 ton/hari,” katanya saat mengikuti panen raya di Desa Bungo, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (1/4/2016).

Amran menyebutkan, kebijakan pengalokasian dana oleh Kementan itu sesuai dengan imbauan Presiden Joko Widodo yang menyuruh Bulog lebih banyak menyerap gabah petani, mengingat harga gabah di beberapa wilayah sudah berada di bawah harga pembelian pemerintah (HPP).

Saat ini, harga gabah kering panen (GKP) anjlok di kisaran Rp3.200/kg-Rp3.300/kg. Sementara HPP yang ditetapkan sebesar Rp3.700/kg. Untuk memperlancar proses pembelian gabah petani, Amran minta Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai badan usaha yang menjalin sinergi dengan Bulog, agar selalu siaga 1×24 jam untuk mencairkan pembayaran pembelian gabah petani.

“BRI harus siap 1×24 jam. Kapan pun petani mau jual gabahnya, tengah malam sekalipun, BRI harus siapkan uang untuk bayar ke petani,” katanya.

Mentan menyebutkan, penyerapan gabah langsung dari tangan petani dimaksudkan untuk memotong mata rantai perdagangan beras yang selama ini membuat harga menjadi tidak stabil. “Adanya jaminan harga beli di petani akan membuat petani makin bergairah menanam padi,” jelasnya.

Tidak hanyak itu. Kementan juga telah membentuk tim khusus percepatan penyerapan gabah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi panen raya yang akan berlangsung mulai April ini. Dengan adanya tim ini, diharapkan harga gabah petani tidak anjlok.

Sebagai ketua tim khusus, Amran menambahkan bahwa meningkatnya pasokan gabah menyusul panen padi pada Maret-April 2016 berpotensi menekan harga gabah di tingkat petani.

Data Ditjen Tanaman Pangan Kementan mencatat, per tanggal 31 Maret 2016, di beberapa daerah harga gabah masih di bawah HPP, seperti di Kabupaten Bima Rp3.500/kg, Kab. Sumbawa Barat Rp3.400/kg, Kab. Kotawaringin Barat Rp3.500/kg, Kab. Takalar Rp3.500/kg.

Bahkan di Kab. Rokan Hulu, harga GKP mencapai Rp3.000/kg, Kab. Tebo Rp3.500/kg, Kab. Ogan Komering Ilir Rp3.500/kg, Musi Banyuasin Rp3.400/kg, Banyuasin Rp3.600 dan lain sebagainya.

Dia menambahkan, pemerintah terpaksa menempuh langkah intervensi untuk menyerap gabah petani dengan harga yang layak demi menyelamatkan harga gabah petani. “Tim ini untuk  mendorong dan mengawasi penyerapan gabah petani, sehingga dapat mempercepat penyerapan 6 hingga 8 juta ton gabah atau setara dengan 3 hingga 4 juta ton beras,” katanya.

Menurut Amran, tim dibentuk setelah dia melakukan roadshow dari Jawa Barat hingga Jawa Timur pekan lalu, dan mendapati fakta memprihatinkan tentang anjloknya harga gabah di tingkat petani.

“Saya merasa miris karena harga gabah jatuh hingga Rp3.000/kg. Saya melihat langsung faktanya di lapangan bahwa harga gabah rata-rata di bawah HPP,” katanya.

Amran berharap tim khusus tersebut dapat menyelamatkan harga gabah di tingkat petani untuk mengantisipasi panen raya Maret hingga April 2016 di seluruh Indonesia.

Melalui tim ini, penyerapan gabah petani akan lebih maksimal. Pasalnya, Bulog akan dibantu Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan Penyuluh Pertanian Lapangan.

Target serapan, khususnya di 5 provinsi sentra produksi padi mencapai 3.845.000 ton GKP. Sementara target serapan yang dilakukan PPL sebanyak 1.015.000 ton. Lima provinsi sentra tersebut adalah Jabar, Jatim, Jateng, Sulselbar dan Gorontalo.

Produksi melimpah

Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Hasil Sembiring memprediksi produksi padi selama empat bulan pertama tahun 2016 mencapai 33,33 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan luas panen diperkirakan akan mencapai 6,2 juta hektare (ha).

Tahun ini Kementan menetapkan target produksi gabah 76,3 juta ton GKG atau naik 1,15% dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 75,3 juta ton GKG (Angka Sementara BPS). Panen padi sudah berlangsung sejak Januari lalu, namun jumlahnya masih kecil, yakni sekitar 2,2 juta ton GKG dengan luas panen sebesar 470.000 ha. Untuk Februari, terdapat panen padi sebesar 4,9 juta ton GKG (985.000 ha).

Kemudian, produksi padi bulan Maret ditaksir mencapai 13,6 juta ton GKG. Luas areal panennya pun bertambah hampir tiga kali lipat dari bulan sebelumnya, yakni 2,47 juta ha.

Adapun sampai April, produksi padi diperkirakan akan mencapai 12,7 juta ton GKG. Jika dibandingkan periode sama tahun 2015 lalu, luas realisasi‎ tanam tahun ini menyusut hingga 2,39 juta ha. Fenomena El Nino berupa kemarau panjang menyebabkan sumber daya air terbatas, sehingga tidak semua lahan pertanian dapat ditanami padi.

Mantan Direktur Serelia ini menambahkan, pencapaian sasaran produksi padi tahun 2016 sebesar 76,3  juta ton GKG ini akan didukung dua kegiatan besar di aspek budidaya dan sarana prasarana pertanian.

Meskipun produksi gabah melimpah, namun pengadaan Bulog ternyata masih sangat kecil, yakni sekitar 150.000 ton setara beras. Hasil Sembiring mempertanyakan kenapa serapan Bulog kecil, padahal beberapan daerah harga masih ada yang di bawah HPP.

“Saya lihat masih ada daerah harga gabahnya masih rendah. Kenapa Bulog tidak bisa serap? Kita perlu mempertanyakan masalah ini,” kata Hasil.

Dia menambahkan, gabah sekarang ini tersedia cukup banyak. Di beberapa daerah terlihat luas hamparan sawah yang sedang dan mau panen. “Saya tiga hari kemarin keliling Sumatera Selatan bersama Ketua Komisi IV DPR dan melihat hamparan sawah yang mau panen cukup luas. Petani malah mengeluh, harga gabah sekarang turun,” tegasnya.

Kalah cepat

Sementara itu, Kepala Pusat Sistem Informasi Data Pertanian (Pusdatin), Suwandi mengatakan, Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Angka Ramalan-II (ARAM-II) 2015 produksi gabah sebesar  74,99 juta ton GKG atau naik 5,84% dari produksi tahun 2014.

Dengan produksi gabah tersebut, maka diperoleh beras setara 43,61 juta ton. Kebutuhan beras nasional sekitar 33,35 juta ton beras nasional.  Jadi, terjadi surplus beras sebesar 10,25 juta ton. Beras ini tersebar di produsen, penggilingan, pedagang, industri, rumah makan, restoran, konsumen dan di Bulog.

Ketersediaan beras dalam negeri saat ini melimpah.  Hal ini berkat kerja keras Pemerintah dalam melakukan antisipasi terhadap El Nino 2015 yang lebih berat dibandingkan dengan El Nino tahun 1997. Pada El Nino 1997, Indonesia mengimpor beras total 7,1 juta ton untuk memenuhi konsumsi 202 juta penduduk, sedangkan pada tahun 2015 jumlah penduduk sudah 252 juta jiwa.

Menyinggung masalah serapan Bulog masih kecil, Suwandi mengatakan Bulog kalah cepat dengan pedagang maupun penggilingan padi. “Gabah petani itu ada kok. Bulog kalah cepat dengan penggilingan padi atau pedagang pengumpul,” tegasnya.

Menurut dia, Bulog mesti turun ke lapangan untuk membeli gabah petani. Sekarang ini harga gabah di tingkat petani anjlok. ”Kita sudah membentuk tim serap gabah petani. Ini dimaksudkan agar harga gabah petani tidak jatuh,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, gabah petani sekarang ini banyak disimpan di penggilingan. Bulog, jika mau menyerap gabah petani, seharusnya memaksimalkan kerjasama dengan penggilingan yang beras. “Sedikitnya ada 162.000 penggilingan beras. Bulog mestinya berkerjasama dengan mereka untuk mencapai target pengadaan,” katanya kepada Agro Indonesia, pekan lalu.

Selain itu, lanjut Winarno, Bulog mestinya memperbanyak proses pengeringan gabah, sehingga GKP yang diserap dapat dengan mudah dikeringan dan proses menjadi beras. “Kalau dengan manual (menjemur) butuh waktu yang cukup lama dan modal yang besar. Kami sarankan Bulog memperbanyak dryer (mesin pengering),” ungkapnya.

Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu mengakui, pengadaan gabah oleh Bulog masih kecil, yaitu sekitar 154.000 ton. “Kami kan menyerap gabah petani kalau harga di bawah HPP atau setara dengan HPP,” katanya.

Namun, katanya, saat ini Bulog juga punya skim pembelian gabah di atas HPP di daerah-daerah tertentu. “Untuk membeli gabah di atas HPP, kami masukan dalam skim komersial, sehingga berasnya jadi komersial,” katanya.

Dia menyebutkan, skim komersial ini mentoleransi harga 10% di atas HPP. Tidak semua daerah yang bisa diserap, karena skim ini sangat terbatas. Daerahnya pun di Sulsel dan Jabar.

Menyinggung masalah kerjasama dengan penggilingan besar, Wahyu mengatakan sudah menjalin kerjasama. Namun, masalahnya, jika Bulog membeli beras penggilingan besar, maka akan ada tuduhan Bulog bekerjasama dengan mafia beras.

“Kita ini serba salah. Meskipun demikian, saya masih optimis, pengadaan tahun ini dapat tercapai. Bulan April ini kan puncak panen raya,” ungkapnya. Jamalzen