Panen Jalan, Impor Tetap Masuk

Panen Padi (ilustrasi)

Tarik-menarik soal impor beras akhirnya tuntas dan memukul telak Kementerian Pertanian. Meski Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman masih sibuk melakukan panen padi di berbagai tempat, bersamaan itu pula beras impor Bulog masuk ke wilayah Indonesia.

Kegiatan panen padi ini memang tak lepas dari upaya Amran untuk membuktikan bahwa beberapa wilayah di tanah air masih ada yang panen, di tengah fenomena El Nino yang menguat. Selain itu, aksi ini juga untuk menyakinkan masyarakat Indonesia bahwa impor beras tidak perlu, karena produksi nasional cukup tersedia.

Ketika melakukan panen padi di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabuparen Wajo, Sulawesi Selatan, Amran mengatakan musim kemarau panjang yang disebabkan dampak El Nino moderat, tidak mempengaruhi produksi padi. Pasalnya, pemerintah telah melakukan antisipasi jauh hari sebelum datangnya kemarau, sehingga tidak terpengaruh terhadap produksi dan tanaman padi.

“Buktinya, kami dalam bulan ini secara berturut-turut melakukan panen raya padi di berbagai daerah. Yakni Blitar dan Tuban (Jawa Timur), Kalimantan, Karawang dan Subang (Jawa Barat) dan saat ini di Kolaka, Kabupaten Wajo, Pinrang Sulawesi Selatan  dan  beberapa daerah lain di Sumatera,” katanya.

Dalam setiap kali sambutan dan penjelasan kepada wartawan, Amran kerap menyebut tahun ini tidak impor beras. Ternyata yang dimaksud tidak ada impor beras itu adalah selama  satu tahun pemerintahan Joko Widodo. “Dari 20 Oktober 2014-20 oktober 2015 kita tidak ada impor.  Sebenarnya, produksi kita masih aman sampai Desember,” terangnya.

Mentan menjelaskan, hingga saat ini masih berlangsung proses panen dan tanam yang terjadi di hampir semua daerah. Hal ini menunjukkan produksi dan ketersediaan beras nasional aman, sehingga impor belum membutuhkan.

Menurut dia, impor beras dapat melemahkan semangat petani dalam negeri, sehingga memperkuat negara lain. “Kalau kita impor, itu artinya melemahkan petani sendiri dan memperkuat petani di negara lain. Sebaliknya, apabila kita tidak impor, itu memperkuat petani dan negara kita sendiri,” tegasnya.

Namun saat ditanya impor beras sudah masuk Indonesia, Amran sekadar berilah, ”Inilah sayangnya pemerintah (kepada rakyat, Red.). Produksi digenjot, distribusi digenjot, kita masih impor. Karena apa? Karena pemerintah tak ingin ada kekurangan stok beras.”

Kerja keras

Amran memang sah-sah saja mengklaim pasokan beras yang ada bisa mencukupi kebutuhan nasional tahun ini. Tetapi pemerintah tidak mau berspekulasi mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Sebab, jika harga beras melonjak, inflasi akan sangat terpengaruh, daya beli masyarakat rendah, dan kesejahteraan masyarakat pun pasti menurun.

Impor beras yang dilakukan untuk candangan pemerintah, mengingat kemarau diprediksi masih berlangsung hingga Desember. Dikhawatirkan kemarau akan mempengaruhi produksi beras nasional.

“Meskipun tengah dilanda El Nino, pemerintah tidak sampai mengimpor pangan. Beda dengan El Nino pada 1998, saat itu pemerintah mengimpor beras  7 juta ton,” katanya.

Fenomena El Nino tahun ini diklaim sebagai yang terbesar melanda Indonesia. Namun, anomali cuaca itu tidak berpengaruh pada pertanian. “Produksi beras pada 2015 melebihi target nasional, yaitu 73 juta ton menjadi 74 juta ton. Ini prestasi kita semua, bukan prestasi Kementrian Pertanian,” katanya.

Kerja keras semua pihak, terutama petani, membuahkan hasil yang menggembirakan, karena dalam setahun pemerintahan Jokowi-JK tak mengimpor beras.

“Sekarang hasilnya kita lihat bersama berkat kerjasama semua pihak. Sekarang ini ada El Nino cukup kuat, lebih keras dibandingkan dari tahun 1997-1998. Tetapi berkat kerja keras semua pihak, sampai satu tahun pemerintahan Jokowi-JK tidak ada impor beras,” paparnya.

Impor menurun

Amran mengklaim Indonesia saat ini mengekspor bawang, ekspor kacang ijo, jagung. “Kalaupun ada impor bisa terkendali. Kementerian Pertanian menghemat devisa Rp52 triliun,” terangnya.

Data Pusat Informasi Pertanian, Kementan mencatat impor produk pangan utama tahun 2015 menurun jika dibandingkan tahun 2014.  Impor beras pada 2014 mencapai 815.307 ton, namun hingga Oktober lalu  belum ada impor pada tahun 2015.

Demikian juga jagung, pada 2014 impor jagung mencapai 3,3 juta ton pada tahun 2015 hanya 1,6 juta ton.  Impor kedelai sebesar 5,8 juta ton pada 2014, pada 2015 sebesar 3,6 juta ton.

Impor daging sapi sebesar 75.858 ton pada tahun 2014 menurun menjadi 24.199 ton pada tahun 2015. Impor gula putih sebesar 213.505 ton pada tahun 2014, dan pada tahun 2015 belum ada impor.  Penurunan impor pangan utama tersebut sebagai dampak dari meningkatnya ketersediaan akibat meningkatnya produksi.

Potret produksi dan importasi ini  bagian dari upaya penanggulangan dampak kekeringan. Kejadian El Nino moderat yang diprediksi masih menguat sampai dengan bulan Nopember 2015 diprediksi akan berdampak pada kekeringan dan puso pada pertanaman padi di beberapa wilayah.

Namun demikian, melalui upaya penanggulangan kekeringan akibat El Nino yang didukung dengan terobosan kebijakan memberikan dampak positif terhadap pengurangan areal pangan terkena kekeringan dan puso.

Mentan mengatakan El Nino sering disalahtafsirkan seolah akan berdampak pada kekeringan berkepanjangan dan merusak seluruh luas areal  panen 14,1 juta hektare (ha). Anggapan tersebut keliru. Faktanya dari total luas panen padi 14,1 juta ha, sekitar 78,4% telah berproduksi sebanyak 58,64 juta ton GKG pada periode Januari-Agustus 2015. Areal yang terdampak langsung El Nino hanya seluas 1,80 juta ha, utamanya terjadi pada periode September-Oktober. Jamalzen

Impor Beras Penugasan Pemerintah

Apapun kilah ataupun penjelasan yang dikemukakan Amran, pemerintah ternyata masih harus mengimpor. Bahkan, pekan lalu beras impor eks Vietnam dan Thailand sebanyak 4.800 ton sudah masuk di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Bahkan, beras impor yang sama juga sudah masuk di Pelabuhan Serang (Ciwandan), Banten dan Pelabuhan Belawan (Sumatera Utara).

Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu, ketika di hubungi Agro Indonesia membenarkan beras impor itu sudah masuk di Manado. “Iya memang sudah datang,” katanya. Hanya saja, dia tak menjawab beras impor di tiga pelabuhan lainnya.

Dia menyebutkan, impor beras tersebut bukan berarti produksi beras dalam negeri kurang. “Impor ini untuk antisipasi kalau musim kemarau panjang, jadi Bulog perlu mempunyai stok yang cukup, sehingga kelak harga beras tetap stabil,” katanya.

Ketika ditanya Kementerian Pertanian (Kementan) selalu melakukan panen padi di berbagai wilayah tanah air, Wahyu menyebutkan produksi gabah nasional memang tersedia, namun Bulog tidak bisa melakukan pembelian karena harga beras di tingkat petani cukup tinggi (di atas harga pembelian pemerintah/HPP).

Wahyu menyebutkan, Bulog hanya melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk melakukan impor beras. “Sebelum memutuskan impor, pemerintah pasti sudah mempunyai kajian yang komprehensif. Dari kajian tersebut, akhirnya diputuskan untuk impor,” tegasnya.

Stok beras Bulog sekitar 1,5-1,7 juta ton. Stok ini diperkirakan cukup hingga bulan Desember 2015. Meskipun Kementan mengklaim produksi tahun 2015 tersedia cukup banyak, mencapai 74,9 juta ton gabah kering giling (GKG), namun gabah itu tak bisa diserap Perum Bulog.

Bahkan pemerintah menugaskan Bulog melakukan impor beras untuk menjaga ketahanan pangan. Bulog pun mengusulkan pada pemerintah agar beras komersil (kualitas premium) bisa dijadikan beras PSO (kualitas medium).

“Serapan beras PSO memang kurang optimal karena HPP keluar terlambat pada akhir Maret 2015. Selain itu, harga di tingkat petani sudah di atas HPP. Untuk itu, ada 9 Divre (Divisi regional) Bulog dan 9 Kodam yang telah sepakat untuk mengajukan beras komersil jadi PSO,” kata Kepala Divre Perum Bulog Jatim, Witono. Jamalzen/Elsa Fifajanti