Susi pun Ancam DAK Daerah

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti bergeming menghadapi segala bentuk protes terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor  02/PERMEN-KP/ 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

“Cantrang saya kembalikan ke daerah. Kalau mau pakai cantrang ya itu hanya boleh di daerah saja,” tegas Susi acara Konsultasi Publik Rancangan Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2015-2019 di kantornya, pekan lalu.

Memang, kapal perikanan berukuran di bawah 30 gross tonnage (GT), izin penggunaan alat tangkapnya — termasuk cantrang — diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Kapal perikanan di bawah 30 GT ini diizinkan berlayar hingga 12 mil laut. Lebih dari 12 mil, maka izinnya kewenangan pemerintah pusat.

Cantrang yang disebut-sebut Susi adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang masuk dalam kelompok pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Cantrang bersifat aktif dioperasikan dengan menggunakan ukuran mesh size ? 2 inch dan tali ris atas ? 60 m dan menggunakan kapal motor.

Susi menegaskan, KKP tidak bermaksud mematikan kehidupan masyarakat nelayan. Pemerintah justru ingin menyelamatkan kehidupan nelayan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.

“Saya hanya mengatur usaha-usaha perikanan, agar nelayan kecil dan perusahaan besar bisa hidup berdampingan dan sama-sama bisa memanfaatkan sumberdaya ikan dengan baik dan berkesinambungan,” kata Susi.

Bos  dua perusahaan — PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan 50 pesawat propeller ini menegaskan, kebijakan yang ditempuhnya itu demi keberlangsungan perairan Indonesia, seperti yang diamanatkan Presiden Joko Widodo kepadanya.

“Kalau lautnya terus dikeruk pakai trawl, cantrang, pukat hela dan pukat tarik, apapun namanya, bisa habis nanti,” kata Susi mengingatkan.

Susi pun mengancam akan menghentikan program bantuan, termasuk dana alokasi khusus (DAK) bagi daerah-daerah yang tidak mendukung kebijakannya. “Saya tidak mencampuri urusan otonomi daerah. Tapi bagi daerah yang tidak sejalan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, saya akan alihkan bantuan program dan DAK ke daerah lain,” cetus Susi di kantornya.

Sebaliknya, Susi berjanji jika nelayan mau mengganti alat tangkapnya, maka KKP akan mempermudah segala bentuk perizinan dan membolehkan kapal berlayar di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI.

Kendati demikian, Susi akan memberikan  kelonggaran kepada nelayan pengguna cantrang di Jawa Tengah (Jateng). “Sebuah komitmen bersama di Jateng (bahwa cantrang) diperbolehkan di bawah 30 GT dan di bawah 12 mil. Saya tidak bisa membuat aturan secara jelas yang mengatakan aturan diperoleh masa transisi di mana saja. Karena kalau saya buat, maka DPR akan membuat konsekuensi hukum kita langgar Keppres 1980,” papar Susi.

Kecuali Jateng, tegas Susi, wilayah lain tetap dilarang menggunakan cantrang. Karena, menurutnya, penggunaan cantrang memicu konflik antarnelayan.

Sabar

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, KKP, Gellwynn Daniel Hamzah Jusuf minta nelayan Jateng untuk bersabar. “Sebenarnya secara tertulis sudah ditandatangani Ibu Menteri. Tunggu saja. Sabar,” kata Gellwynn kepada Agro Indonesia, (11/3).

Sekretaris Jenderal KKP, Sjarief Widjaja menegaskan, pihaknya tetap akan memberlakukan Permen KP 02/2015 yang sudah gencar disosialisasikan  sejak 7 November 2014. Namun, pihaknya memberikan masa transisi untuk melihat dan meninjau kembali aturan ini. “Untuk sementara, kami berlakukan masa transisi hingga September. Bagi daerah yang belum, dipersilakan untuk mensosialisasikannya,” kata Sjarief.

Menurut Gellwynn, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) KKP tidak ada pergantian alat tangkap yang ramah lingkungan untuk nelayan.  “Belum. Kami tidak menyediakan anggaran untuk pergantian alat. Yang kami lakukan menfasilitasi peroleh kredit bank,” ungkapnya.

Padahal, Menteri Susi pernah berjanji, setelah beres memberantas praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), KKP akan membasmi kegiatan perikanan yang merusak (destructive fishing) dan mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan.

“Setelah illegal fishing selesai diberantas, kita juga akan berantas alat-alat tangkap seperti trawl. Nanti kita akan berikan alat tangkap yang ramah lingkungan,” kata Susi dalam acara Refleksi 2014 dan Outlook 2015 di kantor KKP (05/01). Fenny

Korban Pelarangan Cantrang, 600.000 Orang

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memberi kelonggaran kepada nelayan pengguna cantrang di Jawa Tengah (Jateng). “Untuk Jawa Tengah, saya beri kelonggaran,” kata Susi di kantornya (5/3). 

Sikap Susi  yang baru dilantik 27 Oktober 2014 ini memang cenderung melunak menghadapi nelayan-nelayan di Jateng. Ribuan nelayan yang merasa dirugikan oleh Permen KP 02/2015 mendatangi kantor Susi pada 26 Februari 2015 lalu.

Adapun fakta tentang penggunaan cantrang di Jateng, dari segi jumlah kapal meningkat dari 5.100 unit pada 2007 menjadi 10.758 unit pada 2015. Padahal, sesuai komitmen seharusnya dikurangi secara bertahap. Kemudian, yang terjadi malah pelanggaran berupa pengecilan ukuran gross tonnage (GT) kapal yang dibuktikan dengan hasil uji petik di Tegal, Pati dan Rembang.

Selain itu, spesifikasi teknis alat penangkapan ikan yang menyebabkan konflik dengan nelayan setempat. Contohnya, kasus di Kota Baru (Kalimantan Selatan), Masalembo dan Sumenep.

Belum lagi terjadi potensi kehilangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan subsidi bahan bakar minyak (BBM), terutama solar akibat manipulasi (pengecilan) ukuran GT kapal.

Permasalahan lainnya, di Jateng terjadi penurunan produksi sebesar 45% dari 281.267 ton  pada 2002 menjadi 153.698 ton pada  2007.  Situasi ini juga berdampak pada penurunan sumber daya ikan demersal sebanyak 50%.

Korban

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menaksir setidaknya ada 600.000 orang yang menjadi korban Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor  02/PERMEN-KP/ 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

KNTI menenggarai sedikitnya ada 100.000 jiwa dan lebih dari 500.000 orang lainnya yang terkena dampak tidak langsung akibat terhentinya aktivitas anak buah kapal (ABK) buah dari Permen KP 02/2015.

“Pemenuhan hak-hak warga negara yang dilindungi oleh konstitusi nyaris terabaikan,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat KNTI, M. Riza Damanik.

Riza menegaskan, KNTI mendukung efektivitas pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak seperti cantrang di seluruh perairan Indonesia. Namun, larangan itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan terukur.

Apalagi, sejumlah dokumen menunjukkan upaya peralihan penggunaan cantrang sudah dilakukan sejak 2005 lalu. Namun, sejak saat itu, pemerintah dan pemerintah daerah tidak pernah mengawal proses peralihannya.

Indikasinya, pemerintah justru dengan sadar mencatat hasil tangkapan ikan dari kapal-kapal cantrang sebagai bagian dari prestasi peningkatan produksi ikan nasional. Kemudian penggunaan cantrang sebanyak 3.209 unit pada 2004, meningkat jadi 5.100 unit pada  2007 dan sekarang diperkirakan lebih dari 10.000 unit dari Jawa Tengah (Jateng).

KNTI pun menyesalkan pemerintah yang lamban mengambil tindakan antisipatif penyelesaian polemik penggunaan alat tangkap cantrang hingga meluasnya aksi massa dan lumpuhnya jalur pantai Utara Jawa (Pantura) pekan lalu. “Maka kini tindakan pemerintah membiarkan polemik cantrang pada lebih dari sebulan terakhir tidak dapat dibenarkan,” kata Riza.  Fenny