Presiden RI, Joko Widodo secara mengejutkan melantik Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada 23 Oktober 2019 lalu. Yang menarik, Wakil Ketua Umum Gerindra pengganti Susi Pudjiastuti ini diberi amanah untuk membenahi buruknya komunikasi pemerintah dengan stakeholder kelautan dan perikanan.
Edhy yang berpengalaman 10 tahun sebagai wakil rakyat di Senayan, tepatnya Komisi IV (2014-2019) dan VI DPR (2009-2014) ini berjanji akan menerima setiap masukkan dari semua kalangan. Bahkan, mantan atlet pencak silat ini mempersilahkan siapa pun datang spontan menemuinya di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Tidak perlu janjian segala.
“Silahkan saja datang. Karena kadang-kadang kalau bikin janji malah lebih susah. Ketemunya juga kan tidak akan lama. Paling 5 menit. Misalnya, soal alat tangkap yang bermasalah,” ujar Edhy, kelahiran Muara Enim, Sumatera Selatan, 24 Desember 1972.
Orang kepercayaan Prabowo Subianto ini dengan rendah hati mengakui tugasnya sebagai pembantu presiden dan pelayan rakyat. “Saya jangan diperlakukan seperti pejabat. Biasa-biasa saja lah. Jadi masyarakat jangan sungkan dan gemetaran kalau ketemu saya,” kata Edhy.
Untuk mengetahui beberapa agenda kerjanya, berikut penuturan Edhy yang memulai karier politiknya pada 2005 ini.
Dilantik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Anda kaget tidak?
Saya mendampingi Pak Probowo (Subianto) ke Istana Negara pada Senin tanggal 21 Oktober 2019. Tidak tahunya, saya dilantik pada 23 Oktober 2019 sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Tadinya dikira sebagai Menteri Pertanian. Sudah garis tangan. Ya, Alhamdullilah.
Apa saja tugas yang diamanahkan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) kepada Anda?
Tugas dari Presiden Jokowi kepada saya dua hal besar. Yang pertama, membangun komunikasi dua arah antara nelayan dan pelaku usaha di sektor perikanan. Sehingga, tidak ada lagi istilah seolah-olah negara tidak hadir di tengah-tengah keberadaan usaha.
Tugas ini dari kalimat nampaknya ringan tapi ternyata cukup berat, karena ini menyangkut stakeholder dan jutaan masyarakat yang berada di sektor ini. Baik sektor perikanan tangkap mau pun perikanan budidaya termasuk rumput laut dan tambak garam.
Tapi dari hasil beberapa kali pertemuan dengan pelaku usaha, saya sangat yakin dalam memimpin KKP akan bisa menyelesaikan masalah itu. Saya sangat yakin karena diantara masalah-masalah itu sebagian besar bisa diselesaikan melalui kebijakan di KKP.
Tugas kedua Pak Jokowi kepada saya adalah membangun sentra produksi perikanan budidaya. Karena sektor ini lah yang paling berpeluang untuk menambah lapangan pekerjaan dan devisa negara.
Apa masalah stunting menjadi agenda penting juga?
Stunting menjadi tugas utama di pemerintahan Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf Amin. Ini PR yang utama dan harus segera kita tuntaskan. KKP menawarkan dua jalan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka pendek, KKP akan menyediakan gizi yang dibutuhkan masyarakat lewat pendistribusian ikan secara langsung. Untuk itu kami siap bekerjasama dengan semua kementerian yang ada.
Jangka panjangnya meningkatkan budidaya yang menjadi salah satu kunci untuk masyarakat memperoleh penghasilan tambah. Karena dengan uang yang cukup, orang tua juga akan cukup memenuhi gizi keluarganya.
Beberapa kebijakan KKP dianggap menyusahkan masyarakat perikanan. Apa Anda akan merevisinya?
Kami tahu ada hal-hal yang mungkin masih mengganjal di hati kita semua, para pengusaha perikanan, pembudidaya, nelayan, koorporasi, perorangan. Ada beberapa peraturan yang memberatkan.
Saya sudah menangkap beberapa permasalahan yang ada. Kalau dihitung dengan jari tangan saya, tidak lebih dari sepuluh jari masalah yang ada sebenarnya.
KKP siap untuk merevisi beberapa aturan yang dianggap memberatkan bagi masyarakat perikanan. Tapi saya tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Termasuk penenggelaman kapal ikan ilegal dan larangan cantrang. Saya akan tanyakan kepada ahlinya.
Saya sangat yakin dengan kepala yang jernih. Hati yang bersih. Semata-mata demi kepentingan nasional. Demi kepentingan merah putih. Demi kepentingan negara. Guna menambah devisa kita dan menambah jumlah lapangan kerja baru di negeri kita ini.
Terbanyak keluhan apa saja?
Saya dapat masukan kepiting, kok ukurannya diatur. Kita memang atur, supaya sustainabilities-nya terjaga, supaya tidak punah. Yang membudidayakan kepiting tidak bisa mengikuti peraturan. Oke saya paham itu. Tapi intinya, semangat peraturan adalah menjaga itu. Bahwa ada perkembangan di lapangan yang memang kita lihat benar adanya, baru kita akan melakukan perbaikan.
Ada lagi masalah baby lobster kok tidak boleh diekspor. Maksudnya jika diekspor, kita hanya dapat keuntungan kecil. Kalau diekspor yang membudidayakan orang asing atau negara lain yang diuntungkan.
Jika alasannya ketersediaan benih cukup, mungkin kita bisa membuat aturannya. Tidak harus 1 kabupaten atau 1 provinsi. Mungkin 3 provinsi bersatu untuk membuat kawasan budidaya lobster di tengah-tengahnya. Yang penting, ada perjanjian dan keyakinan diantara kita bahwa lobster ini harus tetap menjadikan nilai tambah di negara kita.
Ada lagi tentang perikanan tangkap. Soal kapal ukuran besar. Dulu, 200 hingga 300 GT boleh. Sekarang, 150 GT saja yang boleh. Kapal angkut pun tidak boleh. Dulu, gara-gara bongkar muat ikan di laut atau transhipment at sea, devisa negara kita dengan mudahnya melayang di tengah laut. Tidak ada kontrol.
Tapi oke kalau komitmen, mari kita ubah pelan-pelan. Ukuran kapal 30 GT, kapal besar diatur, supaya tidak terjadi perebutan antara pengusaha-pengusaha pemilik modal besar dengan nelayan-nelayan tradisional yang di pinggir pantai. Bahwa kita harus menguasai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bahwa kita harus menguasai kelautan internasional, ya kita harus lakukan itu.
Bagaimana kerjasama dengan pemerintah daerah?
Sudah ada bupati yang melakukan inisiasi kerjasama Utara-Utara. Mungkin besok akan kerjasama Selatan-Selatan. Besok akan ajak kerjasama Timur-Barat tidak masalah. Yang paling penting tujuan akhirnya, apa yang bisa negara bantu di sana. Kami, KKP siap untuk hadir dan membantu.
Satu saja yang bermasalah, merupakan kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru untuk menjawab tantangan dan masalahnya.
Fenny YL Budiman